Senin, 25 Februari 2019

::: Saatnya Merebut Kekuatan Politik :::

Oleh Dr. Ir. Masri Sitanggang, Ketua Umum GIP-NKRI

BataraNews.com, Medan– Kongres Umat Islam Sumatera Utara, yang berlangsung 30 Maret hingga 1 April 2018 di Asrama Haji Medan, boleh disebut luar biasa.

Bukan saja karena dihadiri oleh tokoh-tokoh besar nasional yang dikenal kritis –seperti Amin Rais, Yusril Ihza Mahendra, Kivlan Zein, Rizal Ramli dan Bachtiar Chamsah –atau karena antusiasme masyarakat muslim yang begitu luar biasa, tetapi juga karena perhelatan ini diselenggarakan bersama oleh Ormas-ormas Islam.


Apalagi, perhelatan ini kemudian menelorkan keputusan-keputusan penting dan strategis berkaitan dengan Ukhuwah Islamiyah, peran politik  dan sosial ekonomi Umat Islam untuk menyelamatkan NKRI. Rasanya belum pernah ada perhelatan umat Islam, setidaknya di Sumatera Utara, yang diselenggarakan bersama oleh ormas-ormas Islam seperti kongres ini sebelumnya.

Di antara keputusan penting di bidang politik adalah tekad untuk merebut secara konstitusional kekuatan suprastruktur politik dalam setiap lembaga kenegaraan. Umat Islam bertekad memperkuat peran politiknya di dalam Negara Kesatuan Repubik Indonesia, mengejar ketertinggalan mereka dari kelompok masyarakat lain, sehingga di pemilu 2019 diharapkan peran politik Umat Islam proporsional dengan persentase penduduk muslim di Indonesia.

Menghadapi Pilkada –Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wali Kota dan wakilnya– yang serentak dilaksanakan di tahun 2018 ini, Kongres menyeru Umat Islam untuk memenangkan pasangan  muslim-muslim yang berpihak pada kepentingan Islam. Khusus mengenai pemilihan legislatif tahun 2019, kongres bertekad bulat untuk memenangkan partai-partai Islam dan partai-partai yang berpihak kepada kepentingan Islam serta menyerukan umat Islam untuk menolak partai-partai pendukung penista agama dan UU Keormasan. Demikian juga halnya dengan pemilihan presiden dan wakil presiden,  Umat Islam Sumatera Utara bertekad memenangkan pasangan Islam-Islam yang berpihak kepada kepentingan Umat Islam.

Inilah keputusaan yang berani dan luar biasa. Berani, sebab berbicara politik, selama ini, dirasa sebagai sesuatu yang sangat sensitive penuh resiko. Umat Islam –selama ini, terkesan sembunyi-sembunyi dalam bersikap soal politik. Bicara politik secara berbisik di dalam ruang tertutup dan dalam lingkup yang sangat terbatas. Umat Islam seperti dilanda ketakutan mencekam, sehingga di dalam mesjid –ruang tertutup yang dihadiri seratus persen muslim, pun takut bicara soal politik.

Tidak hanya kerasukan rasa takut yang hebat, umat Islam malah dicekoki dengan pemahaman yang salah tentang Islam dan politik. Politil disebut sebagai sesuatu yang kotor dan Islam itu suci, keduanya tidak boleh dicampur: Islam dijauhkan dari politik. Demikianlah, sehingga posisi umat Islam dalam percaturan politik, di negeri yang penduduknya mayoritas Islam, kalah total.

Luar biasa, karena keputusan ini diambil secara bersama-sama oleh Umat Islam. Tidak kurang dari 37 Ormas Islam  di Sumatera Utara –yang selama ini terkesan jalan sendiri-sendiri, apalagi soal politik– ambil bagian dalam perhelatan ini. Sejumlah tokoh cendikia, muballigh, pengasuh pondok pesantren, tokoh pergerakan Islam, tokoh perguruan tinggi juga terlibat intensif. Lebih dari 600 orang ikut terlibat melahirkan keputusan ini,  dengan suara bulat sebulat-bulatnya.

Kalau dilihat dari semangat kebersamaan dan visinya, Kongres Umat Islam Sumatera Utara ini mengingatkan kita pada Muktamar Islam Indonesia di Yoqyakarta tanggal 7-8 November 1945. Waktu itu, hampir semua tokoh berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang dan masa pendudukan Jepang hadir dan memutuskan,  antara lain, mendirikan Partai Politik Islam Masyumi sebagai satu-satunya wadah perjuangan politik umat Islam Indonesia.

Dari sisi Semangat perlawanannya terhadap situasi yang ada, Kongres ini mengingatkan kita pula pada Kongres Ulama se Indonesia di Palembang, 8-11 September 1957, yang memutuskan,  antara lain, mengharamkan Ideologi Komunis dan mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan dekrit pelarangan PKI dan semua mantel organisasinya.

Kongres telah berakhir dengan lancar, meriah penuh persaudaraan serta telah melahirkan keputusan-keputusan penting dan strategis. Tinggallah sekarang menjawab pertanyaan: seberapa efektifkah kongres ini dapat mewujudkan temanya : Penguatan Ukhuwah, Peran Politik dan Sosial Ekonomi Umat Islam untuk Menyelamatkan NKRI ? Atau secara khusu di bidang politik, bagaimana mewujudkan tekad merebut secara konstitusional kekuatan suprastruktur politik dalam setiap lembaga kenegaraan ? Jawabnya, sangat tergantung pada sejauh mana umat Islam dan/atau Ormas-ormas Islam melakukan sosialisasi  dan konsolidasi.

Semangat dan hasil-hasil kongres ini harus menyebar luas kepada setiap muslim, di mana pun ia berada,  di wilayah NKRI ini. Para da’i, khatib Jum’at, muballigh/muballighah, tokoh intlektual dan tokoh pergerakan Islam harus mengambil peran maksimal menyosialisasikan hasil-hasil kongres, membangkitkan kesadaran dan tanggungjawab umat islam di bidang politik. Diskusi, ceramah, pengajian  dan khutbah harus lebih intensif memberikan pencerahan kepada umat Islam di bidang politik. Majelis Taklim, perkumpulan perwiridan, dan terutama masjid, harus menjadi lembaga pencerahan umat di bidang politik Islam.

Tidak boleh lagi ada hantu di masjid yang menakut-nakuti ustadz dan jemaah berdiskusi soal politik. Tidak boleh lagi ada pemahaman yang keliru tentang Islam dan politik. Berbicara Islam, termasuk di dalamnya bicara soal politik; politik adalah bagian dari sarana penting mendakwahkan Islam dan menegakkan nilai-nilai Islam. Pendek kata, jangan lagi ada seorang muslim pun di bumi pertiwi ini yang buta politik :  jangan lagi ada yang golput atau salah pilih !

Demikian juga Ormas-oramas Islam, harus menyebarkan pesan kongres ini ke semua anggota sampai level kepengurusan terendah. Ormas-ormas besar di Sumatera Utara seperti Al Jami’atul Washliyah, Muhammadiyah, Al Ittihadiyah, Mathlaul Anwar, Persis, Perti, Parmusi, SarekatIslam  –yang memiliki pengurus hingga kabupaten dan kecamatan, sangat efektif bagi sosialisasi ini. Alhamdulillah, beberapa organiasi tersebut telah melaksanakan amanah ini termasuk oleh organisasi otonomnya.

Konsolidasi semua kekuatan politik umat Islam –baik yang formal maupun yang tidak formal, adalah kata kunci lain yang menjamin terwujudnya tekad kongres ini. Komunikasi dan diskusi antar pimpinan Ormas Islam dan para politisi dari partai-partai Islam atau partai yang membela kepentingan Islam tentang perkembanggan situasi berkaitan keputusan kongres penting segera diwujudkan dengan intensitas tinggi. Di sinilah perlunya “badan pekerja pelaksana hasil-hasil kongres” yang berfungsi sebagai jembatan bagi semua ormas Islam sekaligus penyusun langkah-langkh strategis bersama.

Menghadapi Pilpres 2019, pimpinan-pimpinan Ormas Islam dan tokoh-tokoh politik Islam perlu segera duduk bersama untuk menentukan calon Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2019-2024 pilihan umat. Calon yang akan diusung tetap berpedoman kepada pasangan muslim-muslim dan memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kepentingan Islam.

Pertemuan segera ini penting agar umat tidak terlalu lama terombang-ambing dalam kebingungan tanpa panduan. Di samping itu, penetapan segera bakal calon presiden dan waki presiden  pilihan umat Islam akan memberi waktu yang cukup untuk menyosialisasikannya sampai ke akar rumput yang paling dasar.

Pekerjaan untuk mewujudkan tekad kongres seperti diuraikan di atas memang bukan pekerjaan gampang. Diperlukan kemauan dan kerja keras serta kekompakan atas dasar semangat persudaraan sebagaimana telah ditunjukkan selama pelaksanaan kongres, Mereka yang diamanahkan menjadi Badan Pekerja Pelaksana Hasil-hasil Kongres ini mestilah memiliki pemahaman dan penghayatan yang dalam tentang esensi kongres yang lalu, agar langkah-langkah ke depan tetap searah dengan ruh kongres itu sendiri. 

Mereka juga harus memahami psikologi organisasi-organisasi pendukung kongres, agar sebagai “dirigent” mereka bisa menata dan memadukan gerak dan irama organisasi itu menjadi sebuah pertunjukan orkestra dengan simponi yang bukan saja enak dinikmati telinga tetapi juga menyegarkan mata dan menyentuh hati. Atau seperti kapten dalam satu tim kesebelasan yang mampu mengatur tempo permainan dalam pertandingan, mengatur dan mendistribusikan bola sehingga mampu menggetarkan gawang lawan. Ini memerlukan bukan saja kecerdasan, tetapi juga keihklasan. Mereka yang memiliki syahwat politik untuk kepentingan pribadi, tak layak ada di badan ini.

Ayo, beergeraklah! Genderang telah kita tabuh bertalu-talu.. Musuh pasti telah mendengarnya dan mungkin sedang bersiap menyambut kita. Jangan lengah !

Sumber :
https://bataranews.com/2018/05/08/saatnya-merebut-kekuatan-politik/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar