Kamis, 07 Februari 2019

::: Innalillahi.. Ada ‘Salibisasi’ Jalan Bersejarah di Solo :::

Ada pemandangan baru didepan Balaikota Solo atau koridor Jalan Jenderal Sudirman.

Pemandangan itu jika dilihat dari atas menggunakan drone maka terlihat seperti salib besar.

Awalnya jalan Jenderal Sudirman didepan Balaikota berupa aspal hitam biasa. Kemudian pada bulan September 2018, jalan tersebut mulai direnovasi.

Menurut situs Pemerintah Kota Solo surakarta.go.id renovasi tersebut adalah untuk disiapkan sebagai kawasan kota lama Kota Bengawan, Rabu 26/9/2018.

Kini Pemkot memutuskan untuk mengembangkan koridor tersebut. Tidak tanggung-tanggung, Koridor Jenderal Sudirman disiapkan menjadi kawasan kota lama Kota Bengawan. Tujuannya jelas, menambah destinasi wisata dan memperkuat aroma kota Surakarta sebagai kota bersejarah.

“Koridor Jenderal Sudirman, mulai Gladag sampai Tugu Pemandengan bahkan Pasar Gede, berada di lokasi yang sangat bersejarah. Sebab keberadaannya tidak terlepas dari eksistensi Keraton Surakarta. Termasuk keberadaan Benteng Vastenburg yang dulu digunakan untuk memata-matai aktivitas Keraton oleh penjajah,” ungkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Surakarta, Endah Sitaresmi Suryandari, dikutip dari Surakarta.go.id.

Renovasi tersebut adalah mengganti jalan aspal menjadi batu-batu andesit.

“Seperti yang terdapat di kota-kota di luar negeri, aspal jalan dikelupas kemudian diganti dengan batu andesit. Batu andesit cocok dipasang di badan Jalan Jenderal Sudirman lantaran menimbulkan kesan alami,” terang Wali Kota FX Hadi Rudyatmo, masih dikutip dari situs pemerintah surakarta.go.id.

Namun setelah renovasi tersebut selesai dan jalan dibuka untuk umum. Terlihat gambar mirip salib besar.

Hal ini menjadikan pembicaraan sejumlah warganet di sosial media terutama Instagram dan Facebook. (kl/swamedium).



Sumber :
https://www.eramuslim.com/berita/nasional/ada-salibisasi-jalan-bersejarah-di-solo.htm

OLEH KARENA ITULAH ISLAM MENGHARAMKAN MEMILIH PEMIMPIN KRISTEN !


Solo Kembali Dipimpin Walikota Non-muslim, Ini Analisa Pengamat Politik Islam

SURAKARTA (voa-islam.com)--Pilkada serentak telah dilaksanakan 9 Desember 2015 kemarin. Dibeberapa daerah calon yang diusung umat Islam menang sehingg menjadi kabar gembira, akan tetapi tidak untuk kota Solo, Jawa Tengah.



Kali ini kota yang dikenal dengan seribu harokah itu kembali menelan pil pahit. Pada Pilkada kemarin Kota Solo kembali dipimpin oleh seorang walikota non-muslim.

Banyak kalangan yang bertanya, ada apa dengan kota solo? Pasalnya dakwah di Kota Solo sangat menggeliat. Bahkan banyak dai atau ustadz kenamaan dari berbagai manhaj yang ada di Kota Solo. Baik dari kalangan jihadis, tarbiyah, maupun salafi.Bahkan habaib yang kondang pun juga ada di Kota Solo.

Berkaitan dengan itu, Dhenok Aji Murti, Repoerter voa-islam daerah Solo Raya melakukan wawancara dengan Ustadz Zahrudin fanani, MA, pengamat dunia Islam yang aktif dalam forum diskusi di Solo dan sekitarnya, Sabtu (12/12/2015). Berikut petikannya.

Bagaimana tanggapan Anda dengan kembali dipimpinnya Kota Solo oleh walikota non-muslim?

Nah inilah fenomena Muslim Solo, Umat Islam di Solo terpecah menjadi tiga kelompok. Pertama, golput, Kedua, Muslim yang mendukung pasangan pertama Muslim dan wakil Muslim. Ketiga, muslim yang mendukung pasangan kedua kafir tapi wakilnya Muslim.

Apa prediksi Anda sebelum Pilkada berlangsung?

Sebuah keniscayaan yang masih sangat jauh. Hal itu karena mereka tidak pernah sepakat dalam urusan pilih memilih pemimpin dengan landasan demokrasi. Sehingga minimal suara Muslim terpecah menjadi dua, yaitu Muslim yang mau memilih dan Muslim yang tidak mau memilih. Maka secara otomatis kemenangan Muslim masih terlalu jauh.

Kemudian apa lagi yang menjadi kendala atau kelemahan dalam tubuh umat Islam Solo?

Belum lagi bila diteliti jumlah Muslim yang mau memilih.Mereka terpecah menjadi dua bagian. Pertama, Muslim yang mengetahui bahwa memilih pemimpin itu wajib, sehingga mereka akan memilih pemimpin yang Muslim. Kedua, memilih pemimpin non-muslim itu moderat, sehingga mereka beranggapan bahwa pimpinan politik dan pemerintahan tidak harus berasal dari orang Islam.

Kemudian apa lagi persoalannya?

Belum lagi jika di teliti partai yang mengusung pasangan non-muslim tersebut. Kaum Muslimin yang berada dalam naungan partai-partai tertentu pastilah akan memberikan suaranya pada partai tersebut. Maka disimpulkan bahwa kemenangan orang Muslim di kotanya sendiri masih menjadi sebuah keniscayaan yang terlalu jauh.*


Sumber :
http://www.voa-islam.com/read/politik-indonesia/2015/12/13/41087/solo-kembali-dipimpin-walikota-nonmuslim-ini-analisa-pengamat-politik-islam/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar