Selasa, 09 Agustus 2016

Haji = Road to Allah





 Kalau tidak ada halangan kelompok terbang (Kloter) 4 Jamaah calon haji asal Kabupaten Bengkalis akan berangkat menuju embarkasi Batam pada tanggal 11 Agustus 2016 dan keesokan harinya tanggal 12 Agustus 2016 akan terbang menuju Madinah. Total JCH Kabupaten Bengkalis pada tahun ini berjumlah 428 orang, dengan rincian Kecamatan Bengkalis 85 orang, Bantan 23 orang, Bukit Batu 39 orang, Siak Kecil 18 orang, Rupat 5 orang, Rupat Utara 1 orang, Pinggir 18 orang dan Mandau 239 orang termasuk petugas. Mereka tergabung ke dalam dua Kloter yaitu kloter 4 tergabung dengan JCH asal Kota Pekanbaru dan Kloter 10 bergabung dengan JCH se-Provinsi Riau kecuali Kuansing dan Rohul.

Ibadah Haji dimaknai oleh sebagian besar umat Islam sebagai “rihlah muqaddasah” yang artinya perjalanan suci. Penyandingan kata suci pada perjalanan ini dihubungkan dengan eksistensi Makkah dan Madinah sebagai dua tanah haram (suci), perjalanan ini dimaksudkan untuk beribadah dan ibadah haji dianggap sebagai manifestasi (miniatur) daru kehidupan (keadaan) atau perjalanan di alam akhirat.

Karena menunaikan ibadah Haji dipandang sebagai perjalanan suci, maka orang yang akan menempuh perjalanan ini biasanya terlebih dahulu berupaya untuk melakukan pensucian diri (tazkiyat al-nafsi). Karena ia menganggap bahwa perjalanan yang suci harus dilalui oleh jiwa-jiwa yang suci pula.

Sebagai bentuk upaya pensucian diri (jiwa) itu, biasanya orang-orang yang akan menunaikan ibadah haji melakukan beberapa hal, antara lain memperbanyak sholat sunat taubat dan melazimkan pembacaan sayyid al-istighfar.

Selanjutnya mereka berupaya untuk membersihkan diri dari dosa-dosa (kesalahan-kesalahan) yang bersifat sosial mereka kepada sesama keluarga, tetangga dan sahabat dengan cara mengundang mereka kenduri (makan bersama) di rumah kediamannya lalu menyampaikan permohonan maaf di hadapan mereka secara terbuka atas dosa (kesalahan) yang sudah diperbuat di masa lalu. Kenduri pergi haji ini diistilahkan dengan walimat al-safar (walimat al-Hajj).

Kemudian ada juga, calon jamaah haji sebelum mereka berangkat ke tanah suci berupaya melunasi segala hutang piutangnya terlebih dahulu. karena tidak tertutup kemungkinan (bukan bermaksud menakut-nakuti), boleh jadi perjalanan ibadah haji merupakan perjalanannya kembali ke hadirat Allah swt. Karena tidak sedikit, jamaah haji yang meninggal dunia di tanah suci. Rasulullah saw bersabda: “jiwa seorang mukmin “tergantung” disebabkan hutangnya sampai hutang tersebut dilunasi”

Tahapan selanjutnya sebagai bentuk “persiapan secara ruhaniah” calon jamaah haji biasanya berusaha sedapat mungkin menghindari sikap dan perbuatan buruk (tercela), mengisi kekosongan waktu mempelajari ilmu manasik dan memahami hakekat dan makna ibadah haji. Dan kemudian memperbanyak doa dan zikir dalam setiap tahapan-tahapan perjalanan ibadah haji. Dengan maksud agar mereka benar-benar bersih secara ruhaniah sebelum mereka tiba di tanah suci.

Bila ditelisik dari dimensi esoterik ibadah, pelaksanaan ibadah apapun dalam Islam selalu memiliki tujuan-tujuan tertentu atau spesifik. Ibadah sholat misalnya bertujuan untuk membentengi seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Ibadah puasa Ramadan bertujuan ingin membentuk pribadi yang takwa. Ibadah Zakat bertujuan ingin membersihkan diri dan harta seorang muslim. Demikian pula dengan ibadah Haji yang bertujuan ingin melahirkan pribadi yang saleh secara totalitas baik secara individual maupun secara sosial baik secara vertikal maupun secara horizontal (al-Mabrur).

Tolok ukur ketercapaian tujuan pelaksanaan ibadah ini dapat dilihat dari sejauhmana adanya perubahan sikap dan prilaku orang yang melaksanakan ibadah tersebut ke arah yang lebih baik (positif) setelah seseorang itu selesai melaksanakan ibadah tersebut. itulah sebabnya ada ulama yang memberikan indikator sederhana tentang haji yang mabrur (maqbul) dalam suatu pernyataan “amaluhu ba’da al-hajj khoirun min qablihi” (prilakunya sesudah melaksanakan haji lebih baik dari prilaku sebelumnya).

Perubahan sikap dan prilaku sebagai akibat pengaruh (keberkesanan) dari pelaksanaan ibadah itu sangat bersifat personal dan subjektif. Karena itu hanya orang yang melakukan ibadah itu yang bisa merasakan perubahan tersebut. meskipun demikian, pengaruh tersebut masih bisa terlihat oleh orang lain berdasarkan indikator-indikator lahiriah.

Sehubungan dengan itu, keberkesanan pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan seseorang sehingga memberikan efek positif yang bersifat permanen dalam dirinya sangat ditentukan oleh sejumlah faktor, antara lain

(1) kebersihan diri dan kehalalan harta yang digunakan seseorang dalam melaksanakan haji. Aspek kebersihan diri dan kehalalan harta yang digunakan ini sangat mempengaruhi kemakbulan suatu ibadah. “Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik saja” (H.R. Muslim). Baik dalam hadits ini mencakup kedua aspek sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Senada dengan hadits tersebut, hadits yang lain meriwayatkan “Seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal karena lama bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi dan berdoa : Ya Rabbi, ya Rabbi, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana doanya bisa terkabulkan.?” [Shahih Muslim).

(2) kesempurnaan pelaksanaan ibadah baik aspek syariatnya maupun aspek hakikatnya. Kemabruran (kemakbulan) haji bisa dilihat dari dua persfektif; (a) kesempurnaan pelaksanaan rukun, wajib dan sunat hajinya menurut ketentuan syariatnya; (b) kemampuan merasakan dan menghayati pesan-pesan, nilai-nilai dan hikmah-hikmah yang terkandung di balik ibadah haji. Ibadah haji bukanlah ibadah yang “kering” tanpa makna. Tapi ibadah yang satu ini kaya akan pesan-pesan moralitas dan spiritualitas yang amat tinggi nilainya. Sejauhmana calon haji bisa menangkap pesan-pesan tersirat tersebut sejauh itu pula ibadah haji akan menimbulkan keberkesanan pada dirinya. (3) Keikhlasan (ketulusan) hati. Ibadah haji adalah ibadah yang paling demonstratif dalam Islam. karena itu motif orang-orang pergi menunaikan ibadah haji juga bermacam-macam. Semua itu sangat tergantung pada kepentingan mereka masing-masing. Sehubungan dengan itu, keikhlasan (kelurusan) niat seseorang yang berhaji memiliki dampak pada kualitas ibadah haji yang dilakukannya. Kisah al-Muwaffaq tukang sol sepatu dari Damsyiq (Syiria) yang hajinya diterima Allah swt (makbul) dari enam ratus ribu jemaah yang menunaikan ibadah haji waktu itu padahal ia tidak pergi ke tanah suci hanya disebabkan ongkos pergi haji yang sudah disimpannya sejak lama disedekahkan kepada tetangganya yang miskin (al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, h. 243). Menggambarkan bahwa keikhlasan (ketulusan) hati sangat menentukan kemakbulan haji seseorang. (4) Menjaga adab selama berada di tanah suci. Dalam suatu riwayat dijelasakan “Jamaah Haji dan Umrah adalah utusan (tamu) Allah swt, jika mereka berdoa kepadaKu, maka akan Aku kabulkan, dan jika mereka memohon ampunan (atas dosanya), maka akan aku ampunkan” (H.R. Al-Nasai). Sebagai utusan (tamu) Allah swt, tentu saja tidak mungkin Allah swt memperlakukan para tamunya dengan cara yang tidak baik. Karena itu, Calon Jamaah Haji yang kebetulan sebelumnya banyak berbuat dosa (kesalahan) baik kepada Allah swt atau kepada sesama manusia, tidak perlu takut dan khawatir melaksanakan ibadah Haji. Yakinlah Allah swt tidak akan memperlakukan mereka dengan cara yang tidak baik. dengan catatan mereka harus berserah diri kepada Allah swt dengan tulus dan menjaga adab selama berada di tanah suci. Diantara adab yang harus dijaga adalah tida mengeluarkan perkataan-perkataan kotor (prilaku yang kurang terpuji), bersikap menentang (sombong) dan berbantah-bantah selama pelaksanaan ibadah Haji. Sejalan dengan ini, dalam sebuah hadits dinyatakan “Siapa yang berhaji tidak berkata-kata kotor dan tidak bersifat durhaka (menentang), maka ia akan kembali kepada keadaan sebagaimana waktu dilahirkan oleh ibunya” (H.R.Bukhari dan Muslim)

Selamat melakukan Perjalanan Ibadah Haji buat Saudara-Saudaraku. Semoga Allah swt memberikan kemudahan dan kelancaraan selama pelaksanaan Ibadah Haji dan pulang membawa prediket Haji yang Mabrur. Wallah A’lam***

Oleh: Amrizal Isa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar