Jumat, 22 Juli 2016

Mengungah Foto di Media Sosial



Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, melarang keras kaum Muslim perempuan yang sudah berstatus istri memajang foto-fotonya di media sosial (medsos). karena dinilai dapat berdampak negatif kepada diri sendiri dan keluarga. para ulama berpendapat memamerkan wajah bagi perempuan Muslim yang telah menikah dapat menimbulkan ketersinggungan suami yang kemungkinan berujung pada keretakan hubungan baik rumah tangga. Sebab ketika gambar wajah serta sebagian tubuh wanita terpajang di medsos, maka hal itu menarik perhatian para lelaki dengan berbagai komentar. Kemudian MUI Kota Palu menambahkan kecantikan perempuan hanya untuk suaminya, bukan untuk orang lain. Oleh karena itu, perempuan berdandan, bergaya, hanya untuk suaminya agar hubungan keluarga lebih membaik, bukan untuk memamerkan kepada orang banyak.

Fatwa MUI Palu ini mengundah berbagai respon netizen; ada yang setuju dan ada yang kontra. Bagi yang setuju menilai fatwa itu sudah tepat tapi bagi yang kontra menganggap fatwa itu dapat membatasi hak-hak kaum perempuan dalam berekspresi.
Terlepas adanya sikap pro dan kotra terhadap ijtihad MUI Palu tersebut yang harus dipahami bahwa fatwa MUI bersifat mengikat secara internal lebih spesifik lagi berlaku bagi orang (sekelompok orang) yang meminta fatwa tersebut. karena itu tidak perlulah terlalu reaksioner dan berelebih-lebihan dalam menyikapi fatwa itu. Para ulama di kota Palu diminta pendapat mengenai permasalahan yang diajukan kepadanya lalu kemudian mereka mengeluarkan fatwa (pendapat hukum) mengenai permasalahan tersebut. seperti itulah mekanisme munculnya fatwa MUI.

Hukum asal memajang foto diri adalah mubah (boleh) karena foto berbeda statusnya dengan patung. Karena foto pada hakekatnya tangkapan cahaya terhadap sesuatu objek lalau menghasilkan bentuk diri (sosok). Akan tetapi ketika foto tersebut menampilkan sosok yang membuka aurat (baik laki-laki maupun perempuan), maka status hukumnya menjadi haram bukan karena fotonya tapi karena menampilkan auratnya. Sebab menurut ketentuan syariat, seorang muslim wajib hukumnya berpakaian menutup aurat.

Bagaimana halnya ketika seorang isteri mengunggah fotonya yang membuka aurat di media sosial, tentu saja perbuatan itu menyalahi ketentuan syariat dengan alasan sebagaimana disebutkan sebelumnya. Tapi ketika seorang isteri mengupload foto yang berpenampilan menutup aurat, tentu saja sesuai dengan hukum asalnya boleh-boleh saja. akan tetapi kalau pengunggahan foto itu dimaksudkan untuk mengundang decak kagum para netizen laki-laki akan kecantikannya sehingga terjalin komunikasi intens di dunia maya dengan mereka di media sosial.
Tentu saja, dalam batas-batas tertentu, hal itu berpotensi mengganggu hubungan suami isteri yang bisa jadi berujung pada keretakan rumah tangga. Sudah banyak kasus keretakan rumah tangga terjadi dipicu karena media sosial yang dimanfaatkan sebagai sarana untuk berselingkuh oleh pasangan suami isteri.

Atas dasar pikiran inilah barangkali MUI Palu mengeluarkan fatwa itu agar kaum muslimin lebih bersikap hati-hati. Lebih baik menghindari hal-hal yang berpotensi mendatangkan kemudharatan (Syad al-Dzariah). Karena prinsip syariat Islam pada hakekatnya ingin menjaga diri dan kehormatan kaum muslimin dari perkara-perkara yang akan berpotensi mendatangkan kerusakan atau kerugian bagi mereka. Wallah A’lam***

Oleh: Amrizal Isa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar