Kamis, 26 Maret 2020

Danau Lau Kawar

Cantik dan memiliki pesona yang tak kalah dengan Danau Toba, membuat siapapun mudah jatuh cinta pada keindahan Danau Lau Kawar. Letak danau ini memang cukup tersembunyi dan rawan, karena berada di zona merah Gunung Sinabung.



Butuh jarak tempuh 70 KM dengan waktu tiga jam dari Kota Medan untuk mencapai danau nan indah ini. Danau ini terletak dibawah kaki Gunung Sinabung, di desa Kutagugung, Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Seperti kita ketahui, gunung yang memiliki ketinggian hingga 2.451M dpl ini, sempat jeda sebentar dari aktivitasnya. Setelah  meletus di tahun 2010 dan mengalami letusan freatik hingga 2011, gunung ini masih menyisakan batuk-batuk yang tak kunjung usai.

Otomatis obyek wisata Danau Lau Kawar belum didekati oleh pengunjung untuk melihat kecantikannya. Dalam jarak radius tiga kilometer masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan kegiatan di sektor Utara-Barat, empat kilometer untuk sektor Selatan-Barat, tujuh kilometer untuk sektor Selatan-Tenggara, enam kilometer untuk sektor Tenggara-Timur, dan empat kilometer untuk sektor Utara-Timur.

Danau ini berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), berada di ketinggian 2.451 meter diatas permukaan laut. Bila situasi normal banyak suguhan keindahan kawasan Berastagi dan Dataran Tinggi Karo yang juga berada di kaki Gunung Sinabung. Melewati jalur berliku jalan pegunungan, perkampungan, kebun sayur dan hutan pinus, terasa makin nikmat. Tak hanya pemandangan alam, kita juga bisa mengagumi kemegahan rumah adat Karo yang berusia ratusan tahun di sekitar jalur menuju Danau Lau Kawar, tepatnya di Desa Lingga.

Tapi kegiatan penduduk asli di sekitar Danau Lau Kawar dari memancing dan berkebun masih dilakukan, meski tidak seramai dahulu. Danau ini memang tidak sepopuler dan seluas Danau Toba, tapi berbicara mengenai pemandangan yang disuguhkan tidak kalah. Diapit alam pegunungan yang ditumbuhi oleh kayu-kayuan hutan tropis yang membuat teduh dan sejuk. Pinggiran danau terbentang lahan seluas 3 Ha yang sangat cocok untuk  berkemah dan bermalam. Selain itu kita dapat memancing, menyewa perahu atau kapal boat, dan panjat tebing.

Tak perlu budget besar untuk menikmati keindahan yang ditawarkan oleh Danau Lau Kawar. Pengunjung hanya dikenakan biaya retribusi dan parkir yang tidak sampai 20 ribu. Tapi sayang, semenjak letusan kawasan ini menjadi gersang dan kering. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo pun langsung melakukan penutupan demi keselamatan pengunjung.

Sunyi dan Sendu

Perbukitan hijau, udara sejuk, cuaca yang sering tiba-tiba mendung membuat suasana danau sunyi dan sendu. Danau Lau Kawar terletak di dataran tinggi, sehingga kabupaten ini dijuluki Taneh Karo Simalem. Iklim sejuk dan suhu berkisar 16 sampai 17 derajat celcius, membuat tanah di daerah ini subur untuk ditanami. Air tenang dan bening, sebelum letusan gunung sekeliling danau ditumbuhi anggrek yang membuat pemandangannya sangat mengagumkan.

Selain keindahan yang disuguhkan oleh pemandangan danau, ternyata banyak pula versi tentang terbentuknya danau. Dari cerita mistis hingga legenda yang sudah menjamur di masyarakat.  Ada yang bilang, kalau Danau Lau Tawar terbentuk dari air mata kesedihan seorang ibu yang melihat anak-anaknya berkelahi. Dua orang anaknya Sinabung dan Sibayak tidak mau dipisahkan, meski sang ibu berteriak-teriak dan menangis. Rasa sedih sang ibu membuat dirinya menyumpahi kedua orang anaknya, sehingga terjadi bencana besar yang menenggelamkan desa tersebut.

Versi lain dari terbentuknya Danau Lau Kawar menurut masyarakat setempat adalah nama sebuah desa. Desa Kawar terkenal sebagai desa yang subur dan masyarakatnya yang memiliki mata pencarian bercocok tanam, sehingga hasil panen desa ini selalu melimpah.

Suatu saat, di Desa Kawar panen meningkat dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Semua persediaan padi di desa sangat berlebih-lebih. Untuk mengucapkan rasa syukur terhadap rezeki panen yang melimpah, penduduk mengadakan pesta adat yang lebih meriah dari tahun sebelumnya. Semua persiapan dilakukan, dari memasak, pakaian yang warna-warni, perhiasan hingga desa berhias. Semua penduduk bergotong royong saling bahu-membahu demi kelancaran upacara adat yang akan mereka gelar.

Tibalah saat pelaksanaan upacara adat yang dimeriahkan dengan pagelaran Gendang Guro-Guro Aron yang merupakan musik khas masyarakat Karo. Pesta yang dilaksanakan setahun sekali itu, dihadiri seluruh penduduk kecuali seorang nenek tua renta yang sedang lumpuh. Namun anak, menantu maupun cucunya turut hadir dan melupakan mengirim makanan kepada sang nenek.

Saat pesta usai, mereka baru ingat untuk mengirim makanan melalui sang cucu. Namun, di tengah perjalanan si cucu telah memakan sebagian isi bungkusan itu, sehingga yang tersisa hanyalah tulang-tulang. Si nenek tua yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, mengira anak dan menantunya telah tega melakukan hal itu. Maka, dengan perlakuan itu, ia merasa sangat sedih dan terhina. Air matanya pun tak terbendung lagi. Ia kemudian berdoa kepada Tuhan agar mengutuk anak dan menantunya itu.

Langit pun menjadi mendung, guntur menggelegar bagai memecah langit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya. Penduduk desa pontang-panting menyelamatkan diri, tapi semua tidak bisa diselematkan. Desa dan seluruh penduduknya tenggelam dari keganasan alam. Konon jika hari baik dan cerah akan terlihat permukaan danau yang sangat subur.

Suasana yang menyelubungi Danau Lau Kawar ini sarat dengan mitos atau legenda rakyat. Banyak versi cerita dibalik keindahan danau yang membuat orang ingin mengunjunginya. Tidak hanya itu saja, wisatawan dilarang berkata kotor dan berbuat maksiat apabila berada di lingkungan danau. Bila dilanggar, konon, penunggu danau akan marah ditandai dengan datangnya badai secara tiba-tiba. (K-GR).

Cari referensi tempat wisata indonesia? di Melalakindonesia.com aja!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar