Selasa, 07 Agustus 2018

::: Mukmin Harus Tahu.. Mengapa Kita Harus Membela Islam ? :::

Tanggapan terhadap tulisan Sarlito Wirawan ‘Mungkinkah Menistakan Agama."

Sarlito Wirawan, seorang guru besar UI, dalam tulisannya yang berjudul “Mungkinkan menistakan Agama?” menyampaikan pertanyaan di awal tulisannya: “Sebegitu lemahkah Tuhan dan Agama sehingga memerlukan pembelaan dari umatnya?”

Dia pun kemudian menjawab bahwa Islam dan Tuhan tidak perlu tidak perlu dibela.


Pertanyaan dan jawaban tersebut jelas menunjukkan keawamannya terhadap Islam. Sebab perintah Allah Swt kepada orang-orang yang beriman untuk membela dan menolong agama-Nya telah disebutkan dalam al-Quran dengan gamblang, seperti dalam firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah." (QS al-Shaff [61]: 14).

Menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir berkata: “Allah Swt telah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang Mukmin untuk menjadi penolong Allah Swt dalam semua keadaan, baik dengan perkataan, perbuatan, jiwa, dan harta mereka, serta menyambut panggilan Allah Swt dan Raul-Nya, sebagaimana sambutan al-Hawariyyin kepada Isa.”

Apakah perintah itu karena Allah Swt lemah sehingga memerlukan pertolongan? Jelas tidak. Sebab, Allah Swt adalah Pencipta langit dan bumi beserta seluruh isinya. Dia sama sekali tidak butuh bantuan dan pertolongan dari siapa pun, termasuk manusia. Justru manusialah yang butuh kepada-Nya.

Oleh karena itu, penyebutan ‘menolong Allah’ bukan bermakna hakiki.

Ketika menjelaskan QS Muhammad [47]: 7, Abu Hayyan al-Andalusi dalam Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, ungkapan tersebut bermakna menolong agama-Nya. Di samping agama, juga menolong rasul-Nya. Demikian Ibnu al-Jauzi, al-Zamakhsyari, al-Baidhawi, dan Syihabuddin al-Alusi dalam kitab tafsir mereka.

Dipaparkan Abdurrahman al-Sa’di, amaliyyah praktis ‘menolong Allah’ adalah dengan melaksanakan agama-Nya, berdakwah kepadanya, dan berjihad melawan musuh-musuhnya, yang kesemuanya dilakukan dengan niat ikhlas karena-Nya. Penjelasan senada juga disampaikan oleh Abdul Lathif ‘Uwaidhah dalam Haml al-Da’wah Wâjibât wa Shifât. Bahwa ungkapan ‘menolong Allah’ itu meliputi: mengimani syariah yang dibawa Rasul, berpegang teguh dengan hukum-hukum dibawa, mentaati perintah, dan menjauhkan larangannya

Lalu, untuk apa Dia memerintahkan hamba-Nya untuk meneolong agama-Nya?

Perintah untuk menolong agama-Nya adalash untuk menguji manusia, siapakah yang taat kepada-Nya dan siapa pula yang membangkang. Ketika Allah Swt memerintahkan manusia berjihad dan berperang melawan orang-orang kafir, bukan berarti Allah Swt lemah menghadapi mereka. Tidak! Allah Swt hanya ingin tahu siapakah yang mau berjihad dan menuruti perintah-Nya dan siapa yang membangkang. Allah Swt berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu." (QS Muhammad [47]: 31).

Ibnu Jarir al-Thabari berkata tentang ayat ini, “Kami akan menguji kalian, wahai orang-orang yang beriman, dengan perintah perang dan jihad untuk menghadapi musuh-musuh Allah.” Al-Baidhawi juga berkata, “Dan Kami benar-benar akan menguji kalian dengan perintah jihad dan semua taklif hukum yang amat berat.” Hal yang sama dikatakan pula oleh Syihabuddin al-Alusi.

Dengan adanya kewajiban jihad, maka akan terlihat siapa yang mau berjihad dan bersabar atas perintah tersebut, dan siapa pula yang malas dan enggan, bahkan menentang kewajiban tersebut. Demikianlah penjelasan yang dikemukan para ahli tafsir.

Al-Syaukani berkata, “Kami benar-benar memperlakukan kalian dengan perlakuan orang yang diuji. Hal itu dengan cara Kami memerintahkan jihad kepada kalian, sehingga Kami mengetahui siapakah yang menjalankan perintah jihad dan bersabar atas agamanya beserta berbagai kesulitan yang dibebankan kepadanya.”

Tak jauh berbeda, Abdurrahman al-Sa’di juga berkata, “Maka barangsiapa yang menaati perintah Allah Swt dan berjihad di jalan-Nya, sungguh dia telah menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, maka dia adalah Mukmin yang benar. Sebaliknya, barangsiapa yang malas mengerjakannya, maka hal itu merusak keimanannya.”

Ini sama dengan zakat dan perintah sedekah kepada orang Miskin. Ketika Allah Swt memerintahkan manusia untuk menyedekahkan sebagian hartanya untuk orang miskin, bukan berarti Allah Swt miskin dan tidak mampu memberi rezeki kepada orang-orang miskin. Tidak! Allah Swt hanya ingin mengetahui, siapa yang mau berinfak dan siapa yang kikir.

Patut dicatat, Allah Swt adalah Dzat yang Maha mengetahui sebelum, ketika, dan sesudah peristiwa. Akan tetapi, pengetahuan Allah Swt meniscayakan balasan pahala dan dosa, surga dan neraka bagi manusia pengetahuian yang riil terjadi pada manusia. Yakni, setelah manusia memperlihatkan dalam perbuatannya, mau taat atau mau membangkang.

Kepada orang-orang yang menolong agama-Nya, Allah Swt berjanji untuk menolong dan mengokohkan kedudukannya, seperti disebutkan dalam firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (TQS Muhammad [47]: 7).

Dan ketika ditolong Allah Swt, tidak seorang pun yang bisa menghalang-nya. Sebab Allah SWT berfirman:

"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?" (TQS Ali Imran [3]: 160).

Sebaliknya, ketika tidak mau menolong agama-Nya, kehinaan yang akan kita dapatkan. Rasulullah saw bersabda:

"Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian." (HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar).

Dengan demikian, Allah Swt tidak memerlukan pertolongan dan bentuan dari kita. Namun kitalah sesungguhnya yang membutuhkan pertolongan-Nya. Kitalah yang membutuhkan pahala, surga, dan ridha-Nya. Dan semua itu akan kita dapatkan dengan menolong agama-Nya. Membela Islam dan berjihad di jalan-Nya juga kita butuhkan agar kita tidak mendapatkan kehinaan.

Pertanyaan Sarlito itu sebenarnya pada akhirnya hanya akan dijadikan sebagai dalih untuk menolak perintah Allah Swt dan mengendorkan semangat perjuangan umat Islam. Pernyataan ini persis yang disampaikan orang-orang Yahudi sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja." (QS al-Maidah [5]: 24).

Itulah pernyataan orang Yahudi kepada Nabi Musa ketika diperintahkan berperang. Dan karena sikap mereka itu, mereka lantas dihukum Allah Swt.

Sarlito memang guru besar. Tetapi bukan dalam bidang agama, khususnya Islam. Dalam perkara Islam, sesungguhnya masih awam. Kepada beliau saya nasihatkan agar belajar tentang Islam terlebih dahulu kepada para ulama yang ikhlas dan mu’tabar. Tanyalah kepada mereka jika belum tahu. Sungguh bebahaya jika orang yang tidak tahu, namun sesungguhnya tidak. Semoga kita tidak tersesatkan oleh pernyataan yang menyesatkan. Wallah a'lam bi al-khamsah.
Oleh : Rokhmat S. Labib, M.E.I.


Sumber :
http://www.lemahirengmedia.com/2016/11/mengapa-kita-harus-membela-islam.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar