Kamis, 12 Oktober 2017

Poligami: : Nabi saw pernah melarang, bukan menganjurkan






 Untuk memahami pesan moral yang terdapat dalam alQuran dan Hadist, seorang pembaca haruslah terlebih dahulu memahami kondisi sosial dan budaya masyarakat yang menjadi sasaran langsung ayat dan hadist ketika diturunkan dan diucapkan. Dengan cara itulah ruh syari'at dapat ditangkap dengan baik untuk kemudian dihidupkan kembali dalam lingkup sosial dan budaya yang sedang dihadapi pembacanya.

Sama seperti ketika alQuran dan Hadist memberi solusi terhadap apapun persoalan masyarakat ketika diturunkan dan diucapkan, demikian jugalah semestinya ketika keduanya dibaca kembali. Dengan demikian, jika pembaca berikutnya tidak berusaha mengetahui kondisi sosial dan budaya masyarakat yang melatar belakangi hadirnya ayat alQuran dan Hadist, maka pesan moral yang menjadi ruh syari'at tidak akan dapat dipahami dan si pembaca tidak akan dapat memberikan solusi terhadap persoalan sosial dan budaya masyarakat yang sedang dihadapi.

Dengan mengetahui kondisi sosial dan budaya masyarakat yang disasar langsung wahyu, maka saya tidak setuju jika ayat alQuran itu dijadikan dalil kesunnahan berpoligami maksimal 4 orang -dengan tidak menafikan pembacaan lain yang membolehkan lebih dari empat. Dan menurut saya tidak benar jika dikatakan poligami itu disunnahkan (dianjurkan), walaupun tidak dilarang. Artinya silahkan jika mahu berpoligami, tetapi jangan menjadikan alQuran dan sunnah Nabi saw sebagai alasan pembenar.

Kondisi sosial dan budaya masyarakat yang melatar belakangi ayat ini turun antaranya: Hadist dari imam Ahmad yang mengabarkan bahwa Ghailan bin Salamah alTsaqofi masuk islam bersama sepuluh orang istri. Lalu Nabi saw berkata kepadanya, ”Pilihlah empat orang saja dari mereka.”

Di sisi lain, ada Hadist tentang menantunya Ali bin Abi Thalib yang akan menikah lagi. Ketika mengetahui putrinya Fatimah akan dimadu, Nabi marah dan tidak mengizinkan. Sabdanya: “Fatimah adalah bagian dari diriku, menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan menyakitiku apa saja yang menyakitinya.”

Berdasarkan Hadist yang telah memberi gambaran kondisi sosial dan budaya masyarakat yang telah menikahi perempuan tanpa ada batasan jumlah: dalam Hadist disebutkan sepuluh orang, maka saya berkesimpulan bahwa ayat alQuran itu dimaksudkan untuk membatasi jumlah perempuan yang boleh dipoligami pada saat itu. Jadi sama sekali bukan anjuran.

Dan jika dilanjutkan dengan memahami kemarahan Nabi saw ketika menghadapi menantunya yang akan menduakan putrinya, sayapun berani mengatakan bahwa Nabi menginginkan azas pernikahan dalam islam adalah monogami. Hanya saja pembatasan untuk masyarakat umum dengan mengatakan cukup satu, sementara sebelumnya tidak terbatas, pastilah akan mendapat penolakan yang sangat keras dari masyarakat. Dengan kata lain pembatasan jumlah empat dalam ayat tersebut bersifat gradual, menyesuaikan kondisi psikologis masyarakat pada zamannnya.

Wa Allah A'lam bi alShawwab.

Masdaruddin Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar