Sabtu, 21 Mei 2016

::: Perjalanan Panjang Theresa Corbin., Menemukan Jalan dalam Islam : "Semua Nabi Mengajarkan Sembah Satu Tuhan !" :::

Ia dibesarkan sebagai Katolik, kemudian menjadi orang yang ragu. Berikutnya menjadi Muslim.

SAYA seorang Muslimah, tetapi awalnya saya masih belum menampakkan. Saya masuk Islam pada bulan November 2001, dua bulan setelah 11/9 (peristiwa runtuhnya gedung WTC).

Saat itu saya berusia 21 tahun dan tinggal di Baton Rouge, Louisiana (AS). Itu adalah saat yang buruk menjadi seorang Muslim. Tapi setelah empat tahun belajar, termasuk membandingkan agama-agama dunia dan pengikutnya, saya memutuskan untuk mengambil risiko.

Saya produk dari keluarga Katolik Creole dan atheis Irlandia. Tetapi saya dibesarkan sebagai Katolik, kemudian menjadi orang yang ragu. Berikutnya menjadi Muslim.

Perjalanan saya menuju Islam dimulai ketika saya berusia sekitar 15 tahun saat dalam kehidupan di Misa dan memiliki pertanyaan tentang iman saya. Jawaban dari guru dan pendeta –mereka selalu menyebut, “Jangan khawatir kepala kecil yang cantik tentang hal itu"– tidak memuaskan saya.



Jadi saya melakukan apa yang orang Amerika biasa melakukannya: mempertanyakan. Saya meragukannya. Selama bertahun-tahun. Saya mempertanyakan sifat agama, manusia, dan alam semesta.

Setelah mempertanyakan segala sesuatu yang diajarkan pada saya berupa sejarah dan dogma, saya kemudian menemukan hal yang tampak asing yang disebut Islam.

Saya kemudian mempelajari bahwa pada Islam bukanlah berupa budaya atau sekte, atau sesuatu yang berasal dari dunia. Saya menyadari Islam adalah agama yang mengajarkan toleransi, keadilan, dan kehormatan, serta mempromosikan kesabaran, kesederhanaan, dan keseimbangan.

Ketika saya mempelajari keimanan, saya terkejut banyak hal menggetarkan saya. Saya sangat senang menemukan bahwa Islam mengajarkan pemeluknya menghormati semua nabi, dari Musa, sampai Yesus, dan Muhammad. Semuanya mengajarkan manusia untuk menyembah satu Tuhan dan bertingkah laku dengan tujuan yang lebih tinggi.


Saya tertarik dengan upaya Islam membangun kecerdasan dan hati, sebagaimana kutipan Nabi Muhammad SAW, “Menguasai pengetahuan adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki atau perempuan.”

Saya sangat terkejut bahwa ilmu pengetahuan dan rasionalitas dikembangkan oleh para pemikir Muslim seperti Al-Khawarizmi, yang menemukan aljabar; Ibnu Firnas, yang mengembangkan mekanisme penerbangan sebelum Leonardo DaVinci; dan Abu al-Qasim al-Zahrawi, yang merupakan penemu operasi modern.

Agama juga memberitahu saya agar mencari segala jawaban dengan menggunakan kecerdasan melalui sesuatu yang ada di sekitar kita.

Mengambil risiko

Sebenarnya pada tahun 2001 saya sempat menunda sebentar untuk memasuki Islam. Saya takut dengan pandangan masyarakat ketika itu yang benar-benar menyedihkan saya. Ketika 11/9 terjadi, tindakan para pembajak itu mengganggu saya. Tapi setelahnya, saya menghabiskan sebagian besar waktu saya membela umat Islam dan agama mereka dari pandangan orang-orang yang terlalu bersemangat melukiskan kepada 1,6 miliar orang hanya dengan satu kuas yang berasal dari tindakan segelintir orang.

Saya memang seperti disandera oleh pendapat orang lain. Dalam membela Islam akhirnya saya mengatasi ketakutan saya dan memutuskan bergabung dengan saudara-saudara dalam iman yang kemudian saya percayai.

Keluarga saya tidak memahami, tapi juga tidak terkejut sejak saya mempelajari agama. Hanya sebagian besar sangat mengkhawatirkan keselamatan saya. Untungnya, sebagian besar teman-teman saya memahami tentang hal itu, dan bahkan penasaran mempelajari juga lebih lanjut.

Tentang Jilbab

Saat ini saya seorang yang bangga memakai jilbab. Anda dapat menyebutnya syal. Syal yang saya gunakan tidak membelenggu saya, dan itu bukan alat penindasan. Syal juga tidak menghalangi pemikiran-pemikiran saya dan alat mencegah untuk menyampaikannya. Tapi awalnya saya sempat tidak memahaminya.



Saat mempelajari Islam juga tidak segera menghilangkan semua kesalahpahaman yang ada pada budaya saya. Sebelumnya saya selalu diberi gambaran tentang citra perempuan di Timur yang diperlakukan seperti budak oleh orang-orang yang memaksa kaum perempuan untuk menutupi tubuh mereka sebagai rasa malu atau sebagai bentuk ‘kepemilikan’.

Tapi ketika saya bertanya seorang wanita Muslim, “Mengapa kau pakai itu?” Jawabannya jelas dan menarik, “Untuk menyenangkan Allah. Untuk diakui sebagai wanita yang harus dihormati dan tidak diganggu. Saya bisa melindungi diri dari pandangan laki-laki.”

Dia juga menjelaskan, berpakaian semacam itu simbol kepada dunia bahwa tubuh wanita tidak dimaksudkan untuk konsumsi massa atau sebagai bahan penilaian.

Saya yang masih tidak yakin dan menjawab, “Ya, tapi wanita seperti warga kelas dua dalam agama Anda?”

Wanita Muslim yang sangat sabar itu menjelaskan, selama ini dunia Barat memperlakukan wanita seperti barang, sementara Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita adalah sama di mata Tuhan. Islam mengatur, dalam pernikahan wanita wajib dimintai persetujuannya, sekaligus mendapatkan kesempatan untuk diwarisi, berhak memiliki properti, menjalankan bisnis, dan berpartisipasi dalam pemerintahan.



Wanita Muslim itu juga menyampaikan sejumlah hak yang ada pada wanita dalam Islam, lebih dulu 1.250 tahun sebelum dilakukan liberalisasi perempuan di Barat. Sangat mengejutkan, Islam ternyata telah menyurutkan cita-cita aktivitas feminis saya.*/Tulisan ini ditulis oleh Theresa Corbin dan dimuat pada laman CNN belum lama ini. Corbin seorang penulis yang tinggal di New Orleans, Amerika Serikat. Dia pendiri Islamwich dan kontributor On Islam.

Corbin mencari suami yang sama-sama masuk Islam.

MUNGKIN ini mengejutkan Anda bahwa saya memiliki pernikahan yang diatur. Itu tidak berarti saya dipaksa untuk menikah oleh pelamar pilihan ayah, seperti cerita Jasmine dalam “Aladdin.” Ayah bahkan tidak menyodorkan apa pun.

Ketika saya masuk Islam, itu bukan waktu yang tepat untuk menjadi seorang Muslim. Merasa terisolasi, terasing, dan ditolak oleh masyarakat sendiri mendorong saya untuk membangun kehidupan keluarga. Bahkan sebelum masuk Islam, saya selalu ingin menjalin hubungan yang serius. Hanya saja pada beberapa pria, saya tidak melihat ada ke arah sana.


Sebagai seorang Muslim yang baru, saya merasa berkesempatan untuk mendapatkan rasa cinta dan hubungan yang seumur hidup. Saya memutuskan, jika saya ingin hubungan yang serius, saya mesti menemukan seseorang yang serius pula. Saya ingin perjodohan.

Saya membuat daftar “30 keinginan”. Saya kemudian mencari. Saya menanyai. Saya mengecek teman-teman dan keluarga yang bisa menjadi prospek.

Saya memutuskan, saya ingin menikah dengan seseorang yang juga masuk Islam. Saya menginginkan seseorang itu sebagaimana diri saya, yang menginginkan mencari sebagaimana saya ingin mencari. Bersyukur kepada orang tua teman-teman saya, saya menemukan seseorang yang sekarang menjadi suami saya, seseorang yang masuk Islam. Ia dari Alabama, dua jam dari rumah saya di New Orleans. Dua belas tahun kemudian, kami masih hidup bahagia.

Tidak setiap Muslim mencari jodoh dengan cara ini, dan saya juga tidak selalu berpedoman dengan cara itu. Tapi saya senang Islam memberiku pilihan ini.

Hidup dalam Kondisi Setelah 11/9

Saya tidak pernah menyerah dengan kepribadian, identitas atau budaya untuk menjadi seorang Muslim Amerika. Saya pernah, pada waktu itu, mendapat gangguan pada rasa kehormatan saya.

Saya diludahi, dilempari telur, dan diumpat oleh seseorang dari dalam mobil yang lewat. Dan saya merasa ketakutan ketika masjid yang saya hadiri di Savannah, Georgia, ditembaki, kemudian dibakar.

Pada bulan Agustus 2012, saya pindah kembali ke New Orleans, yang memiliki norma berbeda. Saya akhirnya merasa aman –untuk sementara waktu. Tapi sekarang, dengan liputan berita terus menerus terhadap kelompok tidak-Islami yang dikenal dengan ISIS, membuat saya mengalami banyak perlakuan sama sebagaimana saya terima di kota-kota lain. Dan sekarang saya kembali merasa kurang aman dibanding sebelumnya.

Ini memancing kejengkelan saya terhadap beberapa orang yang menyebut diri mereka Muslim, yang mendistorsi dan penyalahgunaan Islam untuk keuntungan politik.

Beratnya pada saya, jutaan warga di negara saya melihat kondisi itu sebagai gambaran dari agama saya. Hal ini yang membuat saya tak tertahankan. Mereka bersemangat membenci keyakinan saya, sementara mereka sendiri tidak tahu bagaimana sebenarnya keyakinan saya itu.

Dalam perjalanan saya menuju Islam, saya belajar memahami bahwa Muslim berasal dalam berbagai bentuk, ukuran, sikap, etnis, budaya, dan kebangsaan. Saya memahami Islam mengajarkan perbedaan, tetapi tidak menyebabkan pertentangan, karena kebanyakan Muslim menginginkan perdamaian.

Marilah kita semua, bersama keyakinan yang saya miliki, sesama warga Amerika dapat membuang rasa ketakutan dan kebencian, serta mencoba untuk saling memahami.

Corbin dan suami melaksanakan pernikahan hanya dengan biaya 5 dolar.

TRADISI pernikahan tak terhitung jumlahnya di seluruh dunia. Tetapi, satu hal yang pasti: sebagian besar pernikahan melibatkan uang, dan dalam jumlah banyak. Bagi rata-rata orang muda, uang adalah kendala utama untuk menikah, terutama ketika Anda tidak mampu untuk mengadakan pernikahan besar yang sering diharapkan, atau jika Anda tidak ingin membebani orang tua Anda dengan biaya yang cukup besar.

Sebagai seorang mahasiswi, saya memiliki sedikit kontribusi secara finansial untuk sebuah pernikahan. Pasangan saya juga seorang mualaf yang hanya cukup untuk membayar mahar dan membiayai istri, tapi pernikahan mewah tidak ada di ‘kartu’ kami. Kami berdiri di atas kaki sendiri, atau seperti kami kehendaki. Ketika semua telah selesai, biaya nikah dan walimah kami hanya 5 dolar AS saja.

Nikah $3

Akad nikah kami dilakukan mendadak. Kakak tertua saya bertemu calon suami dan memberikan persetujuannya – ia menyukai mobilnya dan mereka bercanda saat makan siang. Kemudian, hampir masuk waktu untuk shalat maghrib. Di hadapan imam di masjid dan beberapa saudara seiman – ada cukup orang untuk bersaksi – kami duduk dan melakukan akad pernikahan kami. Karena saya tinggal di tempat yang berjarak dua jam perjalanan dari kediaman suami saya, saya mengeluarkan beberapa dolar untuk membeli bensin saat mengemudi ke sana. Kertas, tinta, dan bensin yang dibeli untuk biaya nikah saya hanya 3 dolar AS.

Walimah $2

Saya sangat beruntung menjadi bagian dari komunitas yang luar biasa di kota baru saya. Saudari-saudari baru saya, beberapa di antaranya hanya bertemu sebentar di masjid, atau belum pernah bertemu pada titik ini, memutuskan untuk mengadakan resepsi untuk kami dan berkumpul untuk mengatur makan malam seadanya di masjid.

Kami tidak mengeluarkan biaya apa-apa untuk pesta dan tempat, dan kami mampu mengikuti tradisi Nabi (saw) dalam pernikahannya dengan Safiyyah binti Huyayy. Nabi berkata, berkata: ” Siapa yang memiliki sesuatu, bawalah ke sini." Kemudian beliau membentangkan tikar dari kulit, maka ada orang yang membawa susu kering, ada yang membawa kurma, dan ada pula yang membawa minyak samin, kemudian mereka mencampurnya. Itulah jamuan walimah pernikahan Rasulullah.

Mengetahui bahwa saya tidak memiliki banyak pilihan pakaian yang cocok, teman baik saya bertanya, apakah dia bisa menyediakan gaun pengantin untuk walimah saya. Saya dengan senang hati menerima tawaran itu, dan dia mengirimi saya dua gaun Asia dengan hiasan luar biasa untuk dipilih. Jika Anda memiliki anggaran yang ketat, ide yang baik untuk memilih gaun yang terjangkau dan meminta teman-teman Anda –yang bagaimana pun akan memberi Anda hadiah pernikahan– untuk patungan membeli gaun itu sebagai hadiah.

Kebanyakan pernikahan menyediakan kue mewah dengan harga yang lumayan. Saya selalu bertanya-tanya mengapa biaya bahan dasar seperti tepung, telur dan gula bisa begitu selangit ketika digunakan untuk membuat kue pengantin? Sebanyak apa pun cinta saya pada kue, saya tidak siap untuk mengambil pinjaman hanya untuk memiliki sebuah menara gula berjenjang pada walimah saya. Saya bahkan bersedia pesta tanpa kue, tetapi teman baik suami saya dan istrinya dengan murah hati menawarkan diri untuk membeli kue yang indah.

Tetapi apa yang akan terjadi dengan pernikahan jika seorang gadis tidak tampil menarik? Ini adalah suatu keharusan bagi saya. Mengetahui seberapa mahal harga rias pengantin, saya memutuskan untuk melakukan rias wajah sendiri. Saya punya beberapa tips dari seorang teman yang seorang penata rias, dan membeli warna lipstik baru di obralan seharga dua dolar AS. Dengan demikian, total pengeluaran walimah saya dua dolar AS.

Bukan tidak mungkin untuk memiliki pernikahan sederhana, apa pun mungkin alasan seseorang (dan ada banyak yang baik). Berbeda dengan berbagai variasi pernikahan yang lebih mewah, pernikahan sederhana biasanya melibatkan lebih sedikit kekhawatiran; limbah dan utang.

Sama seperti keputusan hidup utama lainnya, anggaran (dan gaya) dari pernikahan seringkali merupakan keputusan yang sangat pribadi yang diambil oleh kedua mempelai. Mungkin faktor yang paling penting adalah membuat acara yang mengesankan yang membuat kami tetap pada jalur komitmen seumur hidup satu sama lain.[*/Dikisahkan Theresa Corbin dalam Aquila Style].(dm)

[THERESA CORBIN]













*/ Tulisan ini ditulis oleh Theresa Corbin dan dimuat pada laman CNN belum lama ini. Corbin seorang penulis yang tinggal di New Orleans, Amerika Serikat. Dia pendiri Islamwich dan kontributor On Islam.


Sumber :
http://ift.tt/1IpVBwq


Tidak ada komentar:

Posting Komentar