Sahabat yang Dirahmati Allah SWT...
Seharusnya, setiap orang Islam berpendirian: Soal Perayaan Natalan, Bukan Urusan Saya.
Kenapa demikian?
Karena dalam Al-Qur’an sudah ditegaskan mengenai apapun yang berkaitan dengan keyakinan yang bukan Islam itu ayatnya telah nyata:
"Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (Al Kafirun: 6).
Allah Ta’ala menegaskan, tidak ridha kepada kekafiran.
7. Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. [Az Zumar: 7]
Berikut ini uraian singkat tentang bagaimana seharusnya Umat Islam bersikap terhadap kemusyrikan dan kekafiran.
Keharusan Bara’ (Lepas Diri) dari Orang Kafir Dan Musyrik
Tuntunan Al-Qur’an sudah jelas. Hanya orang munafik dan yang tidak beriman lah yang tampak berwala’ (loyal) kepada orang kafir.
Kalau dirujuk kepada ayat Al-Qur’an, perlu kita baca ayat-ayat yang telah memperingatkan dengan tegas, masalah wala’ (cinta, loyal) dan bara’ (lepas diri, benci).
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Maidah: 80-81)
Ibn Taimiyah berkata tentang ayat ini: “penyebutan jumlah syarat mengandung konsekuensi bahwa apabila syarat itu ada, maka yang disyaratkan dengan kata “seandainya” tadi pasti ada, Allah berfirman:
“sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong”.
Ini menunjukkan bahwa iman tersebut menolak penobatan orang-orang kafir sebagai wali-wali (para kekasih dan penolong), tidak mungkin iman dan sikap menjadikan mereka sebagai wali-wali bertemu dan bersatu dalam hati. Ini menunjukkan bahwa siapa yang mengangkat mereka sebagai wali-wali, berarti belum melakukan iman yang wajib kepada Allah, nabi dan apa yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an)” (Ibn Taimiyah, Kitab al-Iman, 14)
Wala’ dan Bara’ adalah hak Tauhid
Diantara hak tauhid adalah mencintai ahlinya, yaitu para muwahhidin, serta memutuskan hubungan dengan para musuhnya yaitu kaum musyrikin. Allah berfirman:
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang..” (Al-Maidah: 55-56)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin sebagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim.” (Al-Maidah: 51)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. “ (Al-Mumtahanah: 1)
Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang wajibnya loyalitas kepada orang-orang mukmin Dan memusuhi orang-orang kafir.
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. “ (Al-Mujadilah : 22). (dari makalah AQIDAH WALA’ DAN BARA’ Oleh: Ust. Agus Hasan Bashari Lc, M. Ag).
Penegasan yang nyata juga ada di ayat-ayat:
120. orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS Al-Baqarah: 120).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Ibrahim:
“Aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dzat yang telah menciptakanku karena sungguh Dia akan memberikan hidayah kepadaku.” (Az-Zukhruf: 26-27)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman tentang Ibrahim ‘alaihissalam:
“Aku akan menjauhi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku.” (Maryam: 48)
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membenci sesembahan mereka dengan hatinya dan menjelekkannya dengan lisan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa Ibrahim berkata:
”Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah.” (Al-Anbiya`: 67)
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengingkari mereka dan mengabarkan bahwa mereka adalah kafir serta mengumumkan bahwa ia berlepas diri dari mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan dalam surat Al-Mumtahanah:
“Kami ingkar terhadap kalian, dan telah tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, hingga kalian beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memusuhi mereka dan menghancurkan sesembahan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Ibrahim) menjadikannya hancur berkeping-keping kecuali patung yang terbesar….” (Al-Anbiya`: 58).
Itulah tuntunan Al-Qur’an mengenai kewajiban bara’ (lepas diri dan membenci) pada kekafiran. Namun kini justru ada orang yang mengaku Muslim namun sak karepe dewe (sesuka kemauannya) tidak mengikuti aturan Allah Ta’ala, hingga menjadi contoh buruk di depan umat Islam dalam merusak aqidah Umat Islam.
Perusakan Islam oleh orang yang mengaku Islam bahkan tokoh, tampaknya diupayakan oleh pihak non Muslim. Karena ada kata-kata: untuk menebang kayu maka perlu pakai kayu. Yakini untuk menebang pohon, maka pakai kapak yang tangkainya adalah kayu pula. Sehingga orang Islam yang kira-kira wala’ dan baro’nya sudah tidak jelas lagi itulah yang diincar oleh pihak Nasrani dan lainnya untuk meruntuhkan aqidah Islam. (dm).
Penulis: Ustadz Hartono Ahmad Jaiz
Sumber :
http://www.voa-islam.com/read/ulama/2014/12/11/34435/soal-perayaan-natalan-bukan-urusan-saya/
Seharusnya, setiap orang Islam berpendirian: Soal Perayaan Natalan, Bukan Urusan Saya.
Kenapa demikian?
Karena dalam Al-Qur’an sudah ditegaskan mengenai apapun yang berkaitan dengan keyakinan yang bukan Islam itu ayatnya telah nyata:
"Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (Al Kafirun: 6).
Allah Ta’ala menegaskan, tidak ridha kepada kekafiran.
7. Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. [Az Zumar: 7]
Berikut ini uraian singkat tentang bagaimana seharusnya Umat Islam bersikap terhadap kemusyrikan dan kekafiran.
Keharusan Bara’ (Lepas Diri) dari Orang Kafir Dan Musyrik
Tuntunan Al-Qur’an sudah jelas. Hanya orang munafik dan yang tidak beriman lah yang tampak berwala’ (loyal) kepada orang kafir.
Kalau dirujuk kepada ayat Al-Qur’an, perlu kita baca ayat-ayat yang telah memperingatkan dengan tegas, masalah wala’ (cinta, loyal) dan bara’ (lepas diri, benci).
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Maidah: 80-81)
Ibn Taimiyah berkata tentang ayat ini: “penyebutan jumlah syarat mengandung konsekuensi bahwa apabila syarat itu ada, maka yang disyaratkan dengan kata “seandainya” tadi pasti ada, Allah berfirman:
“sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong”.
Ini menunjukkan bahwa iman tersebut menolak penobatan orang-orang kafir sebagai wali-wali (para kekasih dan penolong), tidak mungkin iman dan sikap menjadikan mereka sebagai wali-wali bertemu dan bersatu dalam hati. Ini menunjukkan bahwa siapa yang mengangkat mereka sebagai wali-wali, berarti belum melakukan iman yang wajib kepada Allah, nabi dan apa yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an)” (Ibn Taimiyah, Kitab al-Iman, 14)
Wala’ dan Bara’ adalah hak Tauhid
Diantara hak tauhid adalah mencintai ahlinya, yaitu para muwahhidin, serta memutuskan hubungan dengan para musuhnya yaitu kaum musyrikin. Allah berfirman:
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang..” (Al-Maidah: 55-56)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin sebagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim.” (Al-Maidah: 51)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. “ (Al-Mumtahanah: 1)
Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang wajibnya loyalitas kepada orang-orang mukmin Dan memusuhi orang-orang kafir.
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. “ (Al-Mujadilah : 22). (dari makalah AQIDAH WALA’ DAN BARA’ Oleh: Ust. Agus Hasan Bashari Lc, M. Ag).
Penegasan yang nyata juga ada di ayat-ayat:
120. orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS Al-Baqarah: 120).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Ibrahim:
“Aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dzat yang telah menciptakanku karena sungguh Dia akan memberikan hidayah kepadaku.” (Az-Zukhruf: 26-27)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman tentang Ibrahim ‘alaihissalam:
“Aku akan menjauhi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku.” (Maryam: 48)
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membenci sesembahan mereka dengan hatinya dan menjelekkannya dengan lisan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa Ibrahim berkata:
”Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah.” (Al-Anbiya`: 67)
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengingkari mereka dan mengabarkan bahwa mereka adalah kafir serta mengumumkan bahwa ia berlepas diri dari mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan dalam surat Al-Mumtahanah:
“Kami ingkar terhadap kalian, dan telah tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, hingga kalian beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memusuhi mereka dan menghancurkan sesembahan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Ibrahim) menjadikannya hancur berkeping-keping kecuali patung yang terbesar….” (Al-Anbiya`: 58).
Itulah tuntunan Al-Qur’an mengenai kewajiban bara’ (lepas diri dan membenci) pada kekafiran. Namun kini justru ada orang yang mengaku Muslim namun sak karepe dewe (sesuka kemauannya) tidak mengikuti aturan Allah Ta’ala, hingga menjadi contoh buruk di depan umat Islam dalam merusak aqidah Umat Islam.
Perusakan Islam oleh orang yang mengaku Islam bahkan tokoh, tampaknya diupayakan oleh pihak non Muslim. Karena ada kata-kata: untuk menebang kayu maka perlu pakai kayu. Yakini untuk menebang pohon, maka pakai kapak yang tangkainya adalah kayu pula. Sehingga orang Islam yang kira-kira wala’ dan baro’nya sudah tidak jelas lagi itulah yang diincar oleh pihak Nasrani dan lainnya untuk meruntuhkan aqidah Islam. (dm).
Penulis: Ustadz Hartono Ahmad Jaiz
Sumber :
http://www.voa-islam.com/read/ulama/2014/12/11/34435/soal-perayaan-natalan-bukan-urusan-saya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar