Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Baru-baru ini terjadi berbagai kasus upaya pemurtadan berupa kristenisasi di Aceh yang menghebohkan masyarakat Aceh.
Di antaranya, pertama, kasus pembagian buku berisi pesan kristenisasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri misionaris Kristen di Taman Rusa, Aceh Besar.
Kedua, kasus penyebaran buku “Yesus, Muhammad dan Saya” dan CD yang berisi pesan kristenisasi dan penghinaan kepada Nabi Muhammad Saw yang disebarkan melalui paket kiriman pos di Banda Aceh dan di Lhoksuemawe seperti diberitakan oleh Serambi Indonesia hari ini.
Upaya kristenisasi di Aceh semakin meluas hanya dalam waktu beberapa pekan ini. Tercatat dari pertengahan Desember 2014 sampai dengan akhir Januari 2015, ditemukan buku dan CD yang berisi kristenisasi yang disebarkan kepada masyarakat melalui kiriman pos di berbagai kabupaten/kota di Aceh seperti Lhoksuemawe, Pidie, Aceh Besar dan Banda Aceh. Bisa jadi beredar juga di kabupaten/kota lainnya yang belum di ekspos ke media.
Sehubungan dengan maraknya aksi kristenisasi tersebut, maka Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh memberi tanggapan - sebagai bentuk kepedulian MIUMI terdahadp persoalan umat dan aqidah Islam - sebagai berikut:
Pertama, Mengecam aksi pemurtadan atau kristenisasi. Kasus kristenisasi seperti ini bukan pertama kali terjadi di Aceh, namun sudah berulang kali dan terus berulang sampai hari ini.
Kedua, Sejak dulu sampai saat ini Aceh menjadi target dan sasaran empuk kristenisasi. Hal ini tidak mengherankan, karena Al-Quran telah menegaskan bahwa orang yahudi dan kristen tidak akan pernah ridha dengan orang Islam sebelum ia mengikuti agama mereka (Lihat: QS. Al-Baqarah: 172). Maka umat Islam harus waspada dan siap melawan kristenisasi. Mengingat masyarakat Aceh semuanya beragama Islam. Begitu pula Aceh merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang resmi menerapkan syariat Islam.
Ketiga, Kristenisasi merupakan upaya pemurtadan yang dilakukan oleh misionaris Kristen baik dengan cara terang-terangan maupun secara terselubung. Penyebaran buku yang berisi ajaran Kristen kepada umat Islam di Aceh merupakan modus kristenisasi secara terang-terangan. Adapun upaya kritenisasi secara halus dan terselubung seperti memberi bantuan sosial dan keuangan, memberi pinjaman atau modal, membagi sembako, mengadakan pelatihan/workshop, membagi buku, dan sebagainya.
Keempat, Umat Islam di Aceh mesti waspada terhadap berbagai upaya pemurtadan yang dilakukan dengan cara-cara diatas dan peduli dengan persoalan aqidah. Bila ada pihak yang berupaya melakukan misi kristenisasi, maka dihimbau kepada masyarakat untuk segera melaporkannya kepada perangkat gampong, MPU atau kepolisian untuk ditindak. Masyarakat diminta untuk tidak melakukan tindakan anarkhis dan main hakim sendiri.
Kelima, Tindakan upaya pemurtadan atau kristenisasi jelas telah melanggar hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya Qanun Syariat di Aceh, yang menjamin kebebasan beragama dan toleransi beragama serta melarang penyebaran agama kepada penganut beragama.
Keenam, Meminta Pemerintah Aceh untuk menindak dan bersikap tegas terhadap pelaku upaya permurtadan atau kristenisasi dengan memberikan hukuman seberat-beratnya. Agar kasus seperti ini tidak terulang dan menjadi pelajaran bagi misionaris Kristen lainnya.
Ketujuh, Meminta Pemerintah Aceh untuk menindak dan memberi sanksi tegas kepada para pengikut misionaris (orang yang murtad) selain memberi pembinaan kepada mereka untuk kembali kepada Islam dan memahami Islam dengan benar. Tidak cukup dengan melakukan pensyahadatan mereka kembali dan pembinaan, tapi harus diproses hukum.
Kedelapan, Meminta kepada penganut agama selain Islam (non muslim), khususnya penganut agama Kristen, agar menghormati dan menghargai agama Islam. Hentikan misi kristenisasi dan tindakan yang mengganggu umat Islam. Jagalah toleransi kehidupan beragama yang telah terbina selama ini di Aceh. Selama ini umat Islam di Aceh sangat toleransi dengan agama Kristen dan lainnya. Maka, jangan merusak toleransi yang telah dibina selama ini.
Kesembilan, Selain mengandung misi kristenisasi, penyebaran buku dan CD yang berisi pesan kristenisasi dan penghinaan kepada Nabi Muhammad saw kepada umat Islam di Aceh dianggap sebagai bentuk provokasi untuk menciptakan keresahan dan kemarahan dalam masyarakat Aceh. Selama ini di Aceh belum ada pernah terjadi konflik antar beragama. Penganut Kristen bisa tinggal di Aceh dengan damai tanpa ada ganguan dari umat Islam di Aceh.
Dengan adanya misi kristenisasi, maka memicu kemarahan umat Islam di Aceh sehingga berpotensi timbuk konflik dan anarkhis dari masyarakat. Tentu hal ini mengganggu perdamaian di Aceh. Demikian sikap dan tanggapan MIUMI Aceh terhadap kasus kristenisasi di Aceh.
Semoga Allah Swt selalu memberi petunjuk kepada kita dan menjaga kita dari kesesatan.
Billahi taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Banda Aceh, 1 Februari 2014
Tertanda, Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Ketua MIUMI Aceh
Anggota Ikatan Ulama & Da’i Asia Tenggara/anggota KPA-PAI Kota Banda Aceh
Sumber : Voa-Islam
Baru-baru ini terjadi berbagai kasus upaya pemurtadan berupa kristenisasi di Aceh yang menghebohkan masyarakat Aceh.
Di antaranya, pertama, kasus pembagian buku berisi pesan kristenisasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri misionaris Kristen di Taman Rusa, Aceh Besar.
Kedua, kasus penyebaran buku “Yesus, Muhammad dan Saya” dan CD yang berisi pesan kristenisasi dan penghinaan kepada Nabi Muhammad Saw yang disebarkan melalui paket kiriman pos di Banda Aceh dan di Lhoksuemawe seperti diberitakan oleh Serambi Indonesia hari ini.
Upaya kristenisasi di Aceh semakin meluas hanya dalam waktu beberapa pekan ini. Tercatat dari pertengahan Desember 2014 sampai dengan akhir Januari 2015, ditemukan buku dan CD yang berisi kristenisasi yang disebarkan kepada masyarakat melalui kiriman pos di berbagai kabupaten/kota di Aceh seperti Lhoksuemawe, Pidie, Aceh Besar dan Banda Aceh. Bisa jadi beredar juga di kabupaten/kota lainnya yang belum di ekspos ke media.
Sehubungan dengan maraknya aksi kristenisasi tersebut, maka Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh memberi tanggapan - sebagai bentuk kepedulian MIUMI terdahadp persoalan umat dan aqidah Islam - sebagai berikut:
Pertama, Mengecam aksi pemurtadan atau kristenisasi. Kasus kristenisasi seperti ini bukan pertama kali terjadi di Aceh, namun sudah berulang kali dan terus berulang sampai hari ini.
Kedua, Sejak dulu sampai saat ini Aceh menjadi target dan sasaran empuk kristenisasi. Hal ini tidak mengherankan, karena Al-Quran telah menegaskan bahwa orang yahudi dan kristen tidak akan pernah ridha dengan orang Islam sebelum ia mengikuti agama mereka (Lihat: QS. Al-Baqarah: 172). Maka umat Islam harus waspada dan siap melawan kristenisasi. Mengingat masyarakat Aceh semuanya beragama Islam. Begitu pula Aceh merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang resmi menerapkan syariat Islam.
Ketiga, Kristenisasi merupakan upaya pemurtadan yang dilakukan oleh misionaris Kristen baik dengan cara terang-terangan maupun secara terselubung. Penyebaran buku yang berisi ajaran Kristen kepada umat Islam di Aceh merupakan modus kristenisasi secara terang-terangan. Adapun upaya kritenisasi secara halus dan terselubung seperti memberi bantuan sosial dan keuangan, memberi pinjaman atau modal, membagi sembako, mengadakan pelatihan/workshop, membagi buku, dan sebagainya.
Keempat, Umat Islam di Aceh mesti waspada terhadap berbagai upaya pemurtadan yang dilakukan dengan cara-cara diatas dan peduli dengan persoalan aqidah. Bila ada pihak yang berupaya melakukan misi kristenisasi, maka dihimbau kepada masyarakat untuk segera melaporkannya kepada perangkat gampong, MPU atau kepolisian untuk ditindak. Masyarakat diminta untuk tidak melakukan tindakan anarkhis dan main hakim sendiri.
Kelima, Tindakan upaya pemurtadan atau kristenisasi jelas telah melanggar hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya Qanun Syariat di Aceh, yang menjamin kebebasan beragama dan toleransi beragama serta melarang penyebaran agama kepada penganut beragama.
Keenam, Meminta Pemerintah Aceh untuk menindak dan bersikap tegas terhadap pelaku upaya permurtadan atau kristenisasi dengan memberikan hukuman seberat-beratnya. Agar kasus seperti ini tidak terulang dan menjadi pelajaran bagi misionaris Kristen lainnya.
Ketujuh, Meminta Pemerintah Aceh untuk menindak dan memberi sanksi tegas kepada para pengikut misionaris (orang yang murtad) selain memberi pembinaan kepada mereka untuk kembali kepada Islam dan memahami Islam dengan benar. Tidak cukup dengan melakukan pensyahadatan mereka kembali dan pembinaan, tapi harus diproses hukum.
Kedelapan, Meminta kepada penganut agama selain Islam (non muslim), khususnya penganut agama Kristen, agar menghormati dan menghargai agama Islam. Hentikan misi kristenisasi dan tindakan yang mengganggu umat Islam. Jagalah toleransi kehidupan beragama yang telah terbina selama ini di Aceh. Selama ini umat Islam di Aceh sangat toleransi dengan agama Kristen dan lainnya. Maka, jangan merusak toleransi yang telah dibina selama ini.
Kesembilan, Selain mengandung misi kristenisasi, penyebaran buku dan CD yang berisi pesan kristenisasi dan penghinaan kepada Nabi Muhammad saw kepada umat Islam di Aceh dianggap sebagai bentuk provokasi untuk menciptakan keresahan dan kemarahan dalam masyarakat Aceh. Selama ini di Aceh belum ada pernah terjadi konflik antar beragama. Penganut Kristen bisa tinggal di Aceh dengan damai tanpa ada ganguan dari umat Islam di Aceh.
Dengan adanya misi kristenisasi, maka memicu kemarahan umat Islam di Aceh sehingga berpotensi timbuk konflik dan anarkhis dari masyarakat. Tentu hal ini mengganggu perdamaian di Aceh. Demikian sikap dan tanggapan MIUMI Aceh terhadap kasus kristenisasi di Aceh.
Semoga Allah Swt selalu memberi petunjuk kepada kita dan menjaga kita dari kesesatan.
Billahi taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Banda Aceh, 1 Februari 2014
Tertanda, Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Ketua MIUMI Aceh
Anggota Ikatan Ulama & Da’i Asia Tenggara/anggota KPA-PAI Kota Banda Aceh
Sumber : Voa-Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar