Kali ini mereka menitikan air mata setelah Pengadilan Belanda memutuskan Batalion Belanda — pasukan penjaga perdamaian PBB yang mengamankan Srebrenica — hanya bertanggung jawab terhadap 300 Muslim Bosnia yang terbantai, bukan 7.000.
“Ini keputusan yang pahit,” ujar Munira Subasic, perwakilan Mother of Srebrenica – kelompok ibu-ibu yang anak-anak, suami, dan saudara mereka menjadi korban Pembantaian Srebrenica.
Pembantaian Srebrenica adalah pembunuhan paling keji di Eropa usai Perang Dunia II. Pembantaian terjadi setelah pengepungan terhadap kota itu oleh Chetnik, milisi bersenjata orang-orang Serbia di Bosnia, berakhir.
Ribuan Muslim Bosnia membanjiri Potocari untuk meminta perlindungan Batalion Belanda. Yang terjadi adalah Batalion Belanda menukar ribuan Muslim dengan beberapa serdadu mereka yang ditahan Serbia.
Kepada Muslim Bosnia, Batalion Belanda mengatakan mereka lebih aman bersama milisi Serbia-Bosnia. Dari Potocari, milisi Serbia-Bosnia membawa lebih 7.000 Muslim Bosnia ke hutan-hutan di timur Bosnia untuk dibantai. Mereka terdiri dari anak-anak, wanita, dan orang-orang tua.
Usai perang, ibu-ibu yang kehilangan anggota keluarganya membentuk Mother of Srebrenica dan menuntut tanggung jawab pemerintah Belanda. Pengadilan Belanda menyidangkan kasus ini.
Rabu (16/7), Pengadilan Belanda mengeluarkan putusannya. Tiga utusan Mother of Srebrenica hadir, dan duduk paling depan. Puluhan kamera berdesakan untuk menangkap reaksi para wanita tua ini setelah putusan dibacakan.
Pengadilan Belanda memutuskan Batalion Belanda hanya bertanggung jawab atas pembunuhan 300 Muslim Bosnia, bukan 7.000. Tiga wanita itu seperti kehilangan tulang belulang, lunglai, dan menangis.
Pemerintah Belanda hanya akan memberikan kompensasi kepada 300 kerabat korban, dan tiga utusan Mother of Srebrenica itu tidak termasuk di dalamnya.
Pengadilan Belanda mengatakan Dutchbat, pasukan penjaga perdamaian PBB asal Belanda, tidak punya cukup kekuatan untuk melindungi lebih 300 Muslim Bosnia.
“Pengadilan Belanda tidak punya rasa keadilan,” ujar Subasic. “Bagaimana mungkin Belanda membagi korban, dan hanya bertanggung jawab terhadap 300 orang.”
Menurut Subasic, PBB mendeklarasikan Srebrenica sebagai daerah aman. Ribuan Muslim Bosnia dari desa-desa berdatangan untuk mencari perlindungan.
“Ketika Srebrenica jatuh, mereka ke Potocari untuk meminta Batalion Belanda melindungi mereka. Namun, mereka menyerahkan kami ke Serbia untuk dibantai,” lanjutnya seraya mengusap air mata yang meleleh di pipi.(dm).
Sumber :
http://beritamuallaf.or.id/?p=2288
“Ini keputusan yang pahit,” ujar Munira Subasic, perwakilan Mother of Srebrenica – kelompok ibu-ibu yang anak-anak, suami, dan saudara mereka menjadi korban Pembantaian Srebrenica.
Pembantaian Srebrenica adalah pembunuhan paling keji di Eropa usai Perang Dunia II. Pembantaian terjadi setelah pengepungan terhadap kota itu oleh Chetnik, milisi bersenjata orang-orang Serbia di Bosnia, berakhir.
Ribuan Muslim Bosnia membanjiri Potocari untuk meminta perlindungan Batalion Belanda. Yang terjadi adalah Batalion Belanda menukar ribuan Muslim dengan beberapa serdadu mereka yang ditahan Serbia.
Kepada Muslim Bosnia, Batalion Belanda mengatakan mereka lebih aman bersama milisi Serbia-Bosnia. Dari Potocari, milisi Serbia-Bosnia membawa lebih 7.000 Muslim Bosnia ke hutan-hutan di timur Bosnia untuk dibantai. Mereka terdiri dari anak-anak, wanita, dan orang-orang tua.
Usai perang, ibu-ibu yang kehilangan anggota keluarganya membentuk Mother of Srebrenica dan menuntut tanggung jawab pemerintah Belanda. Pengadilan Belanda menyidangkan kasus ini.
Rabu (16/7), Pengadilan Belanda mengeluarkan putusannya. Tiga utusan Mother of Srebrenica hadir, dan duduk paling depan. Puluhan kamera berdesakan untuk menangkap reaksi para wanita tua ini setelah putusan dibacakan.
Pengadilan Belanda memutuskan Batalion Belanda hanya bertanggung jawab atas pembunuhan 300 Muslim Bosnia, bukan 7.000. Tiga wanita itu seperti kehilangan tulang belulang, lunglai, dan menangis.
Pemerintah Belanda hanya akan memberikan kompensasi kepada 300 kerabat korban, dan tiga utusan Mother of Srebrenica itu tidak termasuk di dalamnya.
Pengadilan Belanda mengatakan Dutchbat, pasukan penjaga perdamaian PBB asal Belanda, tidak punya cukup kekuatan untuk melindungi lebih 300 Muslim Bosnia.
“Pengadilan Belanda tidak punya rasa keadilan,” ujar Subasic. “Bagaimana mungkin Belanda membagi korban, dan hanya bertanggung jawab terhadap 300 orang.”
Menurut Subasic, PBB mendeklarasikan Srebrenica sebagai daerah aman. Ribuan Muslim Bosnia dari desa-desa berdatangan untuk mencari perlindungan.
“Ketika Srebrenica jatuh, mereka ke Potocari untuk meminta Batalion Belanda melindungi mereka. Namun, mereka menyerahkan kami ke Serbia untuk dibantai,” lanjutnya seraya mengusap air mata yang meleleh di pipi.(dm).
Sumber :
http://beritamuallaf.or.id/?p=2288
Tidak ada komentar:
Posting Komentar