Artikel ini masih ada kaitannya dengan artikel sebelumnya yang berjudul Pemilu 2014: Bolehkah Saya Golput?
Sekarang mari kita merenungkan pemilu kali ini. Jangan hanya bergantung pada hasil coblosan orang lain jika Anda ingin Golput.
“Bagaimana perasaan Anda saat ibu Megawati terpilih menjadi presiden?”
Senang, gundah, kesal, atau bagaimana? Kata ustadz Anda, presiden tidak boleh berasal dari kaum wanita. Betul kan?
Dalam hadits Abu Bakrah disebutkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari no. 4425)
Nah, ketika kita tertimpa musibah adanya presiden wanita, kami yakin Anda pun sedih.
Meski Anda menyadari bahwa negeri ini hidup dalam sistem demokrasi, Anda lebih senang jika pemimpin Anda adalah seorang laki-laki dibandingkan wanita. Jika tidak begitu, Anda tidak normal.
Begitu pula Anda pun akan lebih suka pemimpin yang muslim yang cerdas, sehat, dan tidak buta dibandingkan pemimpin muslim yang sakit-sakitan, tak cerdas, punya cacat fisik. Apalagi berpemikiran sangat liberal don condong pada pluralisme senkretisme. Iya apa iya?
Maka di sini kami belum menemukan jawabannya dasar sikap sedih dan gembira Anda.
Kegembiraan Anda adalah menggantungkan usaha orang lain untuk memilih, sementara Anda sendiri abstain atau diam. Saat terpilih pemimpin yang ‘agak mending’ dan punya pembelaan terhadap dakwah, Anda merasa senang. Ya, senang karena pilihan orang lain tepat. Sampai-sampai kepala daerah, wakil rakyat, atau pejabat-pejabat daerah/negara yang punya simpati pada dakwah, selalu saja dimintai restu dan perlindungan oleh Anda, teman-teman Anda, dan/atau ustadz-ustadz Anda. Tapi sekali lagi,…. mereka itu adalah pilihan yang diusahakan oleh orang lain, sementara Anda sendiri abstain.
Sebaliknya, ketika terpilih pemimpin yang jelek, merugikan dakwah, Anda pun istighfar. Anda katakan bahwa pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Dengan kata lain, pemimpin yang jelek itu terangkat karena dipilih oleh rakyatnya yang jelek pula. Anda menyalahkan orang lain, sementara Anda sendiri abstain/diam.
Golput itu tidak mengubah apa-apa, karena yang mengubah sesuatu itu adalah dakwah.
Partsipasi dalam Pemilu itu untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Memperbanyak orang yang baik dan mempersedikit orang yang jelek.
Tulisan di atas dikembangkan dari komentar Ustadz Abul Jauzaa di website pribadi beliau: abul-jauzaa.(dm).
Sumber : Lampu Islam
Sekarang mari kita merenungkan pemilu kali ini. Jangan hanya bergantung pada hasil coblosan orang lain jika Anda ingin Golput.
“Bagaimana perasaan Anda saat ibu Megawati terpilih menjadi presiden?”
Senang, gundah, kesal, atau bagaimana? Kata ustadz Anda, presiden tidak boleh berasal dari kaum wanita. Betul kan?
Dalam hadits Abu Bakrah disebutkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari no. 4425)
Nah, ketika kita tertimpa musibah adanya presiden wanita, kami yakin Anda pun sedih.
Meski Anda menyadari bahwa negeri ini hidup dalam sistem demokrasi, Anda lebih senang jika pemimpin Anda adalah seorang laki-laki dibandingkan wanita. Jika tidak begitu, Anda tidak normal.
Begitu pula Anda pun akan lebih suka pemimpin yang muslim yang cerdas, sehat, dan tidak buta dibandingkan pemimpin muslim yang sakit-sakitan, tak cerdas, punya cacat fisik. Apalagi berpemikiran sangat liberal don condong pada pluralisme senkretisme. Iya apa iya?
Maka di sini kami belum menemukan jawabannya dasar sikap sedih dan gembira Anda.
Kegembiraan Anda adalah menggantungkan usaha orang lain untuk memilih, sementara Anda sendiri abstain atau diam. Saat terpilih pemimpin yang ‘agak mending’ dan punya pembelaan terhadap dakwah, Anda merasa senang. Ya, senang karena pilihan orang lain tepat. Sampai-sampai kepala daerah, wakil rakyat, atau pejabat-pejabat daerah/negara yang punya simpati pada dakwah, selalu saja dimintai restu dan perlindungan oleh Anda, teman-teman Anda, dan/atau ustadz-ustadz Anda. Tapi sekali lagi,…. mereka itu adalah pilihan yang diusahakan oleh orang lain, sementara Anda sendiri abstain.
Sebaliknya, ketika terpilih pemimpin yang jelek, merugikan dakwah, Anda pun istighfar. Anda katakan bahwa pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Dengan kata lain, pemimpin yang jelek itu terangkat karena dipilih oleh rakyatnya yang jelek pula. Anda menyalahkan orang lain, sementara Anda sendiri abstain/diam.
Golput itu tidak mengubah apa-apa, karena yang mengubah sesuatu itu adalah dakwah.
Partsipasi dalam Pemilu itu untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Memperbanyak orang yang baik dan mempersedikit orang yang jelek.
Tulisan di atas dikembangkan dari komentar Ustadz Abul Jauzaa di website pribadi beliau: abul-jauzaa.(dm).
Sumber : Lampu Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar