Setelah sebelumnya pernah melarang pegawai pemerintah mengikuti Puasa Ramadhan, Pemerintah China kembali mendiskriminasi warga Muslim di wilayah Xinjiang dengan bakal mengenakan tindakan terhadap orang tua dan wali yang mendorong serta anak-anak mereka kegiatan keagamaan.
Menurut laporan Xinjiang Daily, peraturan pendidikan baru yang diberlakukan pada 1 November 2016 ini menyatakan, orang tua atau wali tidak bisa memaksa anak-anak di bawah umur dari menghadiri kegiatan keagamaan.
Menurut koran tersebut, orang tua tidak seharusnya mendorong kepercayaan ‘kelompok ekstremis’ (demikian istilah pemerintah, red) dalam diri anak-anak seperti memaksa mereka berpakaian seakan-akan anggota kelompok tersebut atau menggunakan simbol lain.
“Setiap kelompok atau individu memiliki hak untuk menghentikan perilaku seperti itu dan melaporkan kepada otoritas keamanan publik,” jelas pemerintah dalam pernyataan sehubungan peraturan terbaru tersebut.
Secara eksplisit peraturan ini menyatakan bahwa orang tua dan wali tidak bisa “mengatur, memancing, atau memaksa anak di bawah umur ke dalam menghadiri kegiatan keagamaan,” tulis Xinjiang Daily seperti dikutip Reuters.
Peraturan itu juga melarang setiap bentuk kegiatan keagamaan di semua sekolah di Xinjiang.
Selain itu menurut pemerintah, orang tua yang tidak mampu membimbing anak-anak mereka menjauhi ajaran kelompok ekstremis atau teroris, dapat memohon anak-anak dikirim ke sekolah khusus bagi ‘menjalani rehabilitasi’.
Yang lebih tidak masuk akal, orang tua di wilayah mayoritas Muslim akan dilaporkan ke polisi jika mereka mendorong atau memaksa anak-anak mereka dalam kegiatan keagamaan.
Ratusan orang dilaporkan tewas sejak beberapa tahun terakhir ini di Xinjiang dalam pergolakan yang menyebabkan Beijing menyalahkan kelompok militan serta pemisah, meskipun kelompok hak asasi manusia menyatakan kekerasan tersebut tercetus susulan reaksi terhadap kebijakan China yang berat sebelah.
Hukum China ada pasal mendukung kebebasan beragama, namun faktanya hak-hak kaum Muslim di Xinjiang diabaikan pemerintah dalam bebera tahun terakhir.
Terletak di barat laut China, Xinjiang memiliki penduduk sekitar 21 juta orang, 45 persen di antaranya adalah Uighur.
Pemerintah China membantah telah menindas warga Muslim Uighur di Xinjiang. Namun pihak berwenang banyak menutup beberapa sekolah agama swasta atau madrasah di Xinjiang sejak beberapa tahun terakhir. Muslim Uighur di selalu dianggap sebagai kelompok minoritas, sementara itu, Partai Komunis Tiongkok tidak mengakui keberadaan agama, bahkan sudah bertahun-tahun menghalangi perayaan Ramadhan di negaranya.*(dm).
Sumber :
http://ift.tt/2edex7d
Tidak ada komentar:
Posting Komentar