Meski tak lagi muda, Alison Stevens tetap bersemangat mendalami Islam.
JAKARTA -- Meski tak lagi muda, Alison Stevens yang berumur kepala lima tetap bersemangat men dalami Islam.
Risalah Ilahiyah yang menurutnya sangat inspiratif telah mengubah jalan hidupnya, dari seorang ateis menjadi pengiman Sang Pencipta.
Lika-liku perjalanan hidupnya telah mengukuhkan Alison untuk berpegang teguh pada Islam, agama yang memantapkan pemahamannya akan Tuhan yang Mahaesa. Pada saat berusia 47 tahun, dia memantapkan diri untuk bersyahadat, pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Sang Pencipta.
Wanita berkebangsaan Inggris ini sejak kecil selalu berpindah-pindah rumah. Ini karena ayahnya bekerja di industri minyak dan sering ditempatkan di tempat yang tidak tetap. Keluarganya tidak memiliki rumah tetap.
Sejak kecil Alison tidak mendapatkan pendidikan agama di rumah. Beribadah pun hanya sekali ketika perayaan hari besar di sekolah. Ketika itu teman-teman nya berkumpul untuk bernyanyi dan bergembira bersama.
Alison menempuh pendidikan menengah di Skotlandia. Di sekolah itu, pendidikan agama menjadi hal yang wajib dipilih. Namun kebanyakan siswa membenci pelajaran itu, karena banyak dari mereka yang sekuler dan tidak mengang gap pelajaran agama sebagai kebutuhan.
Mereka juga tidak pernah menikmati pelayanan di tempat ibadah. Kehidupan mereka sehari-hari hampir tak pernah ber kaitan dengan agama. Ukuran kehidupan adalah pemikiran dan sikap manusia semata. Meski demikian Alison sangat menghormati mereka yang religius.
"Tapi bagi saya itu tidak perlu, saya tidak merasakan kerinduan akan agama ketika itu,"jelas dia dalam sebuah rekaman video.
Sejujurnya, dia merasa agama menyebabkan banyak masalah, sehingga lebih tertarik dengan kehidupan sosial seperti merawat orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Meski tak lagi muda, Alison Stevens tetap bersemangat mendalami Islam.
Usia muda penuh dengan gejolak. Ketika itu dia hanya mengakui kebenaran seba tas apa yang dapat dirasakan oleh indra dan pemikiran manusia. Selebihnya, seperti keberadaan Tuhan, tidak terbesit di benaknya.
Pada saat itu Alison bekerja di sebuah rumah sakit. Manajemen merekrut penganut Kristen Evangelis. Situasi ini menyebabkan dia semakin menjauhi agama. Dia selalu bertanya-tanya mengapa manajemen justru merekrut orang-orang agamis? Bukankah agama tidak bisa dikaitkan dengan pekerjaan? Dan banyak lagi pertanyaan yang membuatnya gelisah seputar kehidup an yang ternyata banyak melibatkan nilai dan sikap keagamaan.
Hingga suatu waktu, dia membuat surat wasiat yang meminta agar ketika dia me ninggal maka dikuburkan di pema kaman nonagama. Namun setiap pergi bekerja, rekan sekantornya selalu berkhutbah tentang isi kitab suci untuk mereka yang ateis. Kegiatan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.
Hal ini semakin memotivasi dirinya untuk mengetahui ajaran agama. Suatu ketika Alison membeli banyak buku: seperti Alquran, Taurat, 365 ucapan Dalai Lama, dan banyak lagi. Semua dia baca sekadar untuk menambah pengetahuan.
Pada saat masuk kerja, dia membawa semua buku itu dan dipajangnya di meja kerja. Teman Alison yang biasa berkhutbah tentang agama terkejut me lihat pemandangan tak biasa. Rekan kerjanya bersyukur Alison akhirnya tertarik dengan agama. Mereka berharap Alison dapat memperluas pengetahuan agama, sehingga dapat memeluk keyakinan yang terbaik.
Dalam beberapa hari mereka meminta Alison untuk menyimpan buku-buku tersebut. Mereka berjanji tidak lagi berbicara kepada Alison tentang agama.
Alison membawa buku-buku itu ke rumah dan hanya membolak-baliknya dengan sangat cepat, dan sekali lagi dia tidak merasakan se suatu yang istimewa. Tapi kemudian dia membuka Alquran. "Ok, mari kita lihat apa ini semua," ujar dia.
Dengan cepat dia membaca bagian pertama Alquran. Yang paling menarik menurutnya adalah surah tentang wanita (an-Nisa). Agama tak biasa mem bicarakan perempuan, tapi kenapa Alquran tiba-tiba membicarakan tentang kaum hawa? Apa tujuannya?
"Saya membuka Alquran, mulai membacanya dan itu cukup emosional. Kejutannya cukup mendalam, bah kan sekarang, masih cukup mendalam," tutur dia.
Alison melanjutkan membaca Alquran. Ketika itu dia mulai meyakini kebenaran Alquran, tapi dia memaksakan diri untuk menolak kebenaran di dalamnya. Dia tutup kitab suci tersebut. Kemudian tiba-tiba dia membuka Alquran lagi, karena penasaran dengan kelanjutan ayat-ayat yang dibacanya.
Beberapa hari kemudian, Alison memutuskan untuk membaca Alquran dari pertama. Itu hal yang indah, sa ngat lembut dan mendalam. Dengan hanya membaca kata-kata di dalamnya, dia mencoba memahami ayat-ayat dan terus membacanya.
Semakin dia membaca ayat Alquran akalnya semakin menerima berbagai pengetahuan di dalamnya. Dirinya merasa tercerahkan. Alquran baginya ibarat sinar di tengah kegelapan hidup. Sejak itu dia tak lagi memaksakan diri untuk menolak kebenaran agama.
Bahkan dia menilai orang yang menolak kebenaran agama adalah aneh. Bagaimana mungkin ajaran Ilahi yang penuh dengan kebaikan, yang menjelaskan tentang pedoman kehidupan, justru ditolak, bahkan diganti dengan pertimbangan manusia yang hanya bergantung pada akal yang jauh dari kebenaran.
Alison ingat dengan putus asa berusaha untuk tidak mempercayai apa yang sedang dibacanya. Dia mencoba terus menolak kebenaran yang dibacanya sambil berpikir, Saya tidak akan pernah membaca ini lagi', tapi saya tidak dapat menahan diri. Itu ada lah hal yang sangat kuat,jelas dia.
Jadi setelah membaca beberapa surah, dia merasa ada ayat yang sulit di pahami sehingga terjemahannya harus diverifikasi. Alison memutuskan untuk mengunjungi sebuah masjid yang jauh dari tempatnya tinggal karena ti dak ada orang yang mengenalnya melihat dia berada di masjid.
Alison kemudian pergi ke masjid dan me ngenakan syal serta pakaian tertutup. Dia kemudian bertemu dengan seorang imam. Imam masjid tersebut berkata, kitab yang dibacanya bukan hanya terjemahan yang sangat indah tetapi juga akurat. Imam masjid tesebut kemudian bertanya mengenai niat Alison mem pelajari Alquran, apakah untuk memeluk Islam atau sekadar menambah pengetahuan. Ketika itu Alison membantah jika dirinya ingin memeluk Islam.
Dia mengaku membaca Alquran hanya untuk menambah wawasan. Tapi ada sesuatu yang jauh di dalam yang berubah sangat dramatis. "Saya pulang ke rumah pada hari itu, dan saya ingat Imam terus berkata kepada saya, 'ini adalah hari yang sangat istimewa' dan saya berkata, 'iya, saya tahu ini adalah hari istimewa,"jelas dia.
Alison kemudian pulang ke rumah dan menyalakan televisi. Ternyata hari itu saat mengunjungi masjid adalah bertepatan dengan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Dalam hatinya ada perasaan kecewa, karena telah mengabaikan hari istimwa tersebut.
Beberapa hari kemudian, Alison datang untuk bekerja. Kemudian dia menghampiri rekan kerjanya yang Muslim. Dia adalah seorang dokter. Teman itu berpikir Alison akan menceritakan kepadanya sesuatu yang mengerikan tentang seorang pasien atau sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Tetapi saat menceritakan soal Islam, rekannya pun terkejut.
Dia kemudian membimbing saya perlahan. Saya tidak merasa dipaksa. Sangat ba nyak keputusan yang ingin saya buat,jelas dia menceritakan perjalanan hidupnya memeluk Islam.
Suatu saat teman yang berprofesi dokter itu berpikir mungkin Alison harus menjadi seorang Kristen karena itu lebih tradisional, tapi dia tahu itu tidak benar. Setelah beberapa pekan bersamanya, Ali son memutuskan untuk bersyahadat. Dia melakukan sepenuhnya secara sukarela. Alison hanya merasakan ketenangan dan kebenaran di dalam Islam.
Sumber :
https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/19/01/08/pl0a2x313-alison-stevens-alquran-ibarat-sinar-di-tengah-kegelapan
JAKARTA -- Meski tak lagi muda, Alison Stevens yang berumur kepala lima tetap bersemangat men dalami Islam.
Risalah Ilahiyah yang menurutnya sangat inspiratif telah mengubah jalan hidupnya, dari seorang ateis menjadi pengiman Sang Pencipta.
Lika-liku perjalanan hidupnya telah mengukuhkan Alison untuk berpegang teguh pada Islam, agama yang memantapkan pemahamannya akan Tuhan yang Mahaesa. Pada saat berusia 47 tahun, dia memantapkan diri untuk bersyahadat, pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Sang Pencipta.
Wanita berkebangsaan Inggris ini sejak kecil selalu berpindah-pindah rumah. Ini karena ayahnya bekerja di industri minyak dan sering ditempatkan di tempat yang tidak tetap. Keluarganya tidak memiliki rumah tetap.
Sejak kecil Alison tidak mendapatkan pendidikan agama di rumah. Beribadah pun hanya sekali ketika perayaan hari besar di sekolah. Ketika itu teman-teman nya berkumpul untuk bernyanyi dan bergembira bersama.
Alison menempuh pendidikan menengah di Skotlandia. Di sekolah itu, pendidikan agama menjadi hal yang wajib dipilih. Namun kebanyakan siswa membenci pelajaran itu, karena banyak dari mereka yang sekuler dan tidak mengang gap pelajaran agama sebagai kebutuhan.
Mereka juga tidak pernah menikmati pelayanan di tempat ibadah. Kehidupan mereka sehari-hari hampir tak pernah ber kaitan dengan agama. Ukuran kehidupan adalah pemikiran dan sikap manusia semata. Meski demikian Alison sangat menghormati mereka yang religius.
"Tapi bagi saya itu tidak perlu, saya tidak merasakan kerinduan akan agama ketika itu,"jelas dia dalam sebuah rekaman video.
Sejujurnya, dia merasa agama menyebabkan banyak masalah, sehingga lebih tertarik dengan kehidupan sosial seperti merawat orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Meski tak lagi muda, Alison Stevens tetap bersemangat mendalami Islam.
Usia muda penuh dengan gejolak. Ketika itu dia hanya mengakui kebenaran seba tas apa yang dapat dirasakan oleh indra dan pemikiran manusia. Selebihnya, seperti keberadaan Tuhan, tidak terbesit di benaknya.
Pada saat itu Alison bekerja di sebuah rumah sakit. Manajemen merekrut penganut Kristen Evangelis. Situasi ini menyebabkan dia semakin menjauhi agama. Dia selalu bertanya-tanya mengapa manajemen justru merekrut orang-orang agamis? Bukankah agama tidak bisa dikaitkan dengan pekerjaan? Dan banyak lagi pertanyaan yang membuatnya gelisah seputar kehidup an yang ternyata banyak melibatkan nilai dan sikap keagamaan.
Hingga suatu waktu, dia membuat surat wasiat yang meminta agar ketika dia me ninggal maka dikuburkan di pema kaman nonagama. Namun setiap pergi bekerja, rekan sekantornya selalu berkhutbah tentang isi kitab suci untuk mereka yang ateis. Kegiatan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.
Hal ini semakin memotivasi dirinya untuk mengetahui ajaran agama. Suatu ketika Alison membeli banyak buku: seperti Alquran, Taurat, 365 ucapan Dalai Lama, dan banyak lagi. Semua dia baca sekadar untuk menambah pengetahuan.
Pada saat masuk kerja, dia membawa semua buku itu dan dipajangnya di meja kerja. Teman Alison yang biasa berkhutbah tentang agama terkejut me lihat pemandangan tak biasa. Rekan kerjanya bersyukur Alison akhirnya tertarik dengan agama. Mereka berharap Alison dapat memperluas pengetahuan agama, sehingga dapat memeluk keyakinan yang terbaik.
Dalam beberapa hari mereka meminta Alison untuk menyimpan buku-buku tersebut. Mereka berjanji tidak lagi berbicara kepada Alison tentang agama.
Alison membawa buku-buku itu ke rumah dan hanya membolak-baliknya dengan sangat cepat, dan sekali lagi dia tidak merasakan se suatu yang istimewa. Tapi kemudian dia membuka Alquran. "Ok, mari kita lihat apa ini semua," ujar dia.
Dengan cepat dia membaca bagian pertama Alquran. Yang paling menarik menurutnya adalah surah tentang wanita (an-Nisa). Agama tak biasa mem bicarakan perempuan, tapi kenapa Alquran tiba-tiba membicarakan tentang kaum hawa? Apa tujuannya?
"Saya membuka Alquran, mulai membacanya dan itu cukup emosional. Kejutannya cukup mendalam, bah kan sekarang, masih cukup mendalam," tutur dia.
Alison melanjutkan membaca Alquran. Ketika itu dia mulai meyakini kebenaran Alquran, tapi dia memaksakan diri untuk menolak kebenaran di dalamnya. Dia tutup kitab suci tersebut. Kemudian tiba-tiba dia membuka Alquran lagi, karena penasaran dengan kelanjutan ayat-ayat yang dibacanya.
Beberapa hari kemudian, Alison memutuskan untuk membaca Alquran dari pertama. Itu hal yang indah, sa ngat lembut dan mendalam. Dengan hanya membaca kata-kata di dalamnya, dia mencoba memahami ayat-ayat dan terus membacanya.
Semakin dia membaca ayat Alquran akalnya semakin menerima berbagai pengetahuan di dalamnya. Dirinya merasa tercerahkan. Alquran baginya ibarat sinar di tengah kegelapan hidup. Sejak itu dia tak lagi memaksakan diri untuk menolak kebenaran agama.
Bahkan dia menilai orang yang menolak kebenaran agama adalah aneh. Bagaimana mungkin ajaran Ilahi yang penuh dengan kebaikan, yang menjelaskan tentang pedoman kehidupan, justru ditolak, bahkan diganti dengan pertimbangan manusia yang hanya bergantung pada akal yang jauh dari kebenaran.
Alison ingat dengan putus asa berusaha untuk tidak mempercayai apa yang sedang dibacanya. Dia mencoba terus menolak kebenaran yang dibacanya sambil berpikir, Saya tidak akan pernah membaca ini lagi', tapi saya tidak dapat menahan diri. Itu ada lah hal yang sangat kuat,jelas dia.
Jadi setelah membaca beberapa surah, dia merasa ada ayat yang sulit di pahami sehingga terjemahannya harus diverifikasi. Alison memutuskan untuk mengunjungi sebuah masjid yang jauh dari tempatnya tinggal karena ti dak ada orang yang mengenalnya melihat dia berada di masjid.
Alison kemudian pergi ke masjid dan me ngenakan syal serta pakaian tertutup. Dia kemudian bertemu dengan seorang imam. Imam masjid tersebut berkata, kitab yang dibacanya bukan hanya terjemahan yang sangat indah tetapi juga akurat. Imam masjid tesebut kemudian bertanya mengenai niat Alison mem pelajari Alquran, apakah untuk memeluk Islam atau sekadar menambah pengetahuan. Ketika itu Alison membantah jika dirinya ingin memeluk Islam.
Dia mengaku membaca Alquran hanya untuk menambah wawasan. Tapi ada sesuatu yang jauh di dalam yang berubah sangat dramatis. "Saya pulang ke rumah pada hari itu, dan saya ingat Imam terus berkata kepada saya, 'ini adalah hari yang sangat istimewa' dan saya berkata, 'iya, saya tahu ini adalah hari istimewa,"jelas dia.
Alison kemudian pulang ke rumah dan menyalakan televisi. Ternyata hari itu saat mengunjungi masjid adalah bertepatan dengan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Dalam hatinya ada perasaan kecewa, karena telah mengabaikan hari istimwa tersebut.
Beberapa hari kemudian, Alison datang untuk bekerja. Kemudian dia menghampiri rekan kerjanya yang Muslim. Dia adalah seorang dokter. Teman itu berpikir Alison akan menceritakan kepadanya sesuatu yang mengerikan tentang seorang pasien atau sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Tetapi saat menceritakan soal Islam, rekannya pun terkejut.
Dia kemudian membimbing saya perlahan. Saya tidak merasa dipaksa. Sangat ba nyak keputusan yang ingin saya buat,jelas dia menceritakan perjalanan hidupnya memeluk Islam.
Suatu saat teman yang berprofesi dokter itu berpikir mungkin Alison harus menjadi seorang Kristen karena itu lebih tradisional, tapi dia tahu itu tidak benar. Setelah beberapa pekan bersamanya, Ali son memutuskan untuk bersyahadat. Dia melakukan sepenuhnya secara sukarela. Alison hanya merasakan ketenangan dan kebenaran di dalam Islam.
Sumber :
https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/19/01/08/pl0a2x313-alison-stevens-alquran-ibarat-sinar-di-tengah-kegelapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar