Al Ustadz Moh. Toha
BataraNews.com– Alkisah, sebelum Tahun 1960, tak pernah dijumpai nama hari yg bertuliskan “Minggu” selalu tertulis hari “Ahad”.
Begitu juga penanggalan di kalender tempo dulu, masyarakat Indonesia tidak mengenal sebutan “Minggu”.
Kita semua sepakat bahwa kalender atau penanggalan di Indonesia telah terbiasa dan terbudaya utk menyebut hari “Ahad” di dalam setiap pekan (7 hari) dan telah berlaku sejak periode yang cukup lama.
– Bahkan telah menjadi ketetapan di dalam Bahasa Indonesia.
– Lalu mengapa kini sebutan hari Ahad berubah menjadi Hari Minggu?
– Kelompok dan kekuatan siapakah yang mengubahnya?
– Apa dasarnya ?
– Resmikah dan ada kesepakatankah?
Kita ketahui bersama bahwa nama hari yang telah resmi dan kokoh tercantum ke dalam penanggalan Indonesia sejak sebelum zaman penjajahan Belanda dahulu adalah dengan sebutan :
“Ahad” (al-Ahad = hari kesatu),
“Senin” (al-Itsnayn=hari kedua),
“Selasa” (al-Tsalaatsa’ = hari ketiga)
“Rabu” (al-Arba’aa = hari keempat),
“Kamis” (al-Khamsatun = hari kelima),
“Jum’at” (al-Jumu’ah = hari keenam = hari berkumpul/berjamaah),
“Sabtu” (as-Sabat=hari ketujuh).
Nama hari tersebut sudah menjadi kebiasaan dan terpola di dalam semua kerajaan di Indonesia.
– Semua ini adalah karena jasa positif interaksi budaya secara elegan dan damai serta besarnya pengaruh masuknya agama Islam ke Indonesia yang membawa penanggalan Arab.
Sedangkan kata “Minggu” diambil dari bahasa Portugis, “Domingo” (dari bahasa Latin Dies Dominicus yang berarti “Dia Do Senhor”, atau “Hari Tuhan Kita “).
Dalam bahasa Melayu yang lebih awal, kata ini dieja sebagai “Dominggu” dan baru sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kata ini dieja sebagai “Minggu”.
Jadi, kita pasti paham siapa yang dimaksud “Tuhan Kita”, bagi yang beribadah di Hari Minggu.
Bagaimana ini bisa terjadi?
– Ada yang mengatakan dengan dana yang cukup besar dari luar Indonesia, dibuat membiayai monopoli pencetakan kalendar selama bertahun-tahun di Indonesia.
– Percetakan dibayar agar menihilkan (0) kata “Ahad” diganti dengan “Minggu”.
– Setetah kalender jadi, lalu dibagikan secara gratis atau dijual obral (sangat murah).
Dampaknya adalah:
– Masyarakat Indonesia secara tak sadar, akhirnya kata Ahad telah terganti menjadi Minggu di dalam penanggalan Indonesia.
Pentingkah?
Jawabannya :
“Sangat Penting ” untuk upaya mengembalikan kata “Ahad” .
Bagi umat Islam adalah penting, karena :
– Kata “Ahad” mengingatkan kepada nama “Allah ????? ” yang Maha “Ahad” sama dengan “MahaTunggal”/ “Maha Satu” / “Maha Esa”.
– “Allah” tidak beranak dan tidak diperanakkan
– Kata “Ahad” dalam Islam adalah sebagai bagian sifat “Allah ????? ” yang penting dan mengandung makna utuh melambangkan “ke-Maha-Esa-an Allah ????? “.
Oleh karena itu :
– Mari kita ganti “Minggu” menjadi “Ahad”.
– Apabila dalam 7 (tujuh) hari biasa disebut “Seminggu”, yang tepat adalah disebut dengan “sepekan”, dan bukan “minggu depan”, tapi “pekan depan”.
Semoga hari ini penuh berkah buat kita dan keluarga.
Sumber :
https://bataranews.com/2018/04/06/kronologis-lenyapnya-hari-ahad-dari-bumi-indonesia/
BataraNews.com– Alkisah, sebelum Tahun 1960, tak pernah dijumpai nama hari yg bertuliskan “Minggu” selalu tertulis hari “Ahad”.
Begitu juga penanggalan di kalender tempo dulu, masyarakat Indonesia tidak mengenal sebutan “Minggu”.
Kita semua sepakat bahwa kalender atau penanggalan di Indonesia telah terbiasa dan terbudaya utk menyebut hari “Ahad” di dalam setiap pekan (7 hari) dan telah berlaku sejak periode yang cukup lama.
– Bahkan telah menjadi ketetapan di dalam Bahasa Indonesia.
– Lalu mengapa kini sebutan hari Ahad berubah menjadi Hari Minggu?
– Kelompok dan kekuatan siapakah yang mengubahnya?
– Apa dasarnya ?
– Resmikah dan ada kesepakatankah?
Kita ketahui bersama bahwa nama hari yang telah resmi dan kokoh tercantum ke dalam penanggalan Indonesia sejak sebelum zaman penjajahan Belanda dahulu adalah dengan sebutan :
“Ahad” (al-Ahad = hari kesatu),
“Senin” (al-Itsnayn=hari kedua),
“Selasa” (al-Tsalaatsa’ = hari ketiga)
“Rabu” (al-Arba’aa = hari keempat),
“Kamis” (al-Khamsatun = hari kelima),
“Jum’at” (al-Jumu’ah = hari keenam = hari berkumpul/berjamaah),
“Sabtu” (as-Sabat=hari ketujuh).
Nama hari tersebut sudah menjadi kebiasaan dan terpola di dalam semua kerajaan di Indonesia.
– Semua ini adalah karena jasa positif interaksi budaya secara elegan dan damai serta besarnya pengaruh masuknya agama Islam ke Indonesia yang membawa penanggalan Arab.
Sedangkan kata “Minggu” diambil dari bahasa Portugis, “Domingo” (dari bahasa Latin Dies Dominicus yang berarti “Dia Do Senhor”, atau “Hari Tuhan Kita “).
Dalam bahasa Melayu yang lebih awal, kata ini dieja sebagai “Dominggu” dan baru sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kata ini dieja sebagai “Minggu”.
Jadi, kita pasti paham siapa yang dimaksud “Tuhan Kita”, bagi yang beribadah di Hari Minggu.
Bagaimana ini bisa terjadi?
– Ada yang mengatakan dengan dana yang cukup besar dari luar Indonesia, dibuat membiayai monopoli pencetakan kalendar selama bertahun-tahun di Indonesia.
– Percetakan dibayar agar menihilkan (0) kata “Ahad” diganti dengan “Minggu”.
– Setetah kalender jadi, lalu dibagikan secara gratis atau dijual obral (sangat murah).
Dampaknya adalah:
– Masyarakat Indonesia secara tak sadar, akhirnya kata Ahad telah terganti menjadi Minggu di dalam penanggalan Indonesia.
Pentingkah?
Jawabannya :
“Sangat Penting ” untuk upaya mengembalikan kata “Ahad” .
Bagi umat Islam adalah penting, karena :
– Kata “Ahad” mengingatkan kepada nama “Allah ????? ” yang Maha “Ahad” sama dengan “MahaTunggal”/ “Maha Satu” / “Maha Esa”.
– “Allah” tidak beranak dan tidak diperanakkan
– Kata “Ahad” dalam Islam adalah sebagai bagian sifat “Allah ????? ” yang penting dan mengandung makna utuh melambangkan “ke-Maha-Esa-an Allah ????? “.
Oleh karena itu :
– Mari kita ganti “Minggu” menjadi “Ahad”.
– Apabila dalam 7 (tujuh) hari biasa disebut “Seminggu”, yang tepat adalah disebut dengan “sepekan”, dan bukan “minggu depan”, tapi “pekan depan”.
Semoga hari ini penuh berkah buat kita dan keluarga.
Sumber :
https://bataranews.com/2018/04/06/kronologis-lenyapnya-hari-ahad-dari-bumi-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar