Kisah Seorang Mualaf, Wanita Ini Dahulu Benci Islam Tapi Kini Mencintainya..
Fitri menangis sesengukan ketika menceritakan masa lalunya kepada ratusan orang di Masjid Gedhe Kauman.
Kisah perjalanan rohani menemukan Islam sebagai agama yang diyakini hingga saat ini.
TANPA tedeng alin-aling, dahulu fitri mengaku sangat membenci Islam. Waktu itu dia meyakini Islam adalah agama yang keras, dia tahu itu melihat kelakukan orang-orang yang berbuat tak benar mengatas namakan Islam.
Di samping kebenciannya itu, wanita tersebut merasakan ragu dan keresahan yang tak kunjung mendapatkan ketenangan.
Fitria memeluk agama Islam pada 2012, sebelumnya, dia adalah aktifis remaja di agamanya terdahulu. Fitria rajin pergi ke tempat ibadahnya, namun ia tidak mendapatkan ketenangan. Malah keresahanlah yang terus ada di dalam dirinya.
Tahun 2010, ia mulai meninggalkan agamanya. Disitulah yang mulai melakukan pencarian sendiri. Suatu waktu ia membaca arti dari ayat Al-Quran yaitu surat Al-Ikhlas.
"Saya mendapatkan pencerahan dari ayat itu ditambah merasa tenang ketika mendengarkan orang mengaji,",katanya.
"Saya sempat mencari di kitab agama saya terdahulu. Ketika beribadah bukannya tenang. Tepuk tangan di mana-mana. Ketika itu saya mulai ragu terhadap agama saya," ungkap Fitria dalam sebuah majelis bertajuk "Bincang Mualaf", Kamis (30/6/2016) petang di Masjid Gedhe Kauman.
Seiring berjalannya waktu, Fitria terus belajar agama Islam. Akhirnya ia mendapatkan ketenangan itu. Ia pergi bersama salah satu orang terdekatnya ke masjid. Sudah tidak ada keraguan di dalam dirinya, ia ingin masuk Islam. Ketika melihat masjid, kekaguman lah yang ia rasakan.
"Saya disuruh ambil wudhu dulu. Ketika mau masuk masjid, saya menggunakan alas kaki. Lalu saya dikasih tau kalau mau masuk masjid tidak boleh menggunakan alas kaki. Di situ saya mengetahui bahwa masjid adalah tempa yang suci. Ketika masuk masjid, saya seperti orang kampungan, saya lihat seluruh isinya. Saya makin kagum, saya tidak melihat orang disekitar saya, saya sangat kagum," papar Fitria sambil sesegukan.
Hal lain dikatakan oleh Fandi Wiyogo Gunawan, seorang mualaf asal Tulung Agung keturunan Tionghoa. Ia menjadi mualaf sejak 2006 silam. Saat itu Fandi masih duduk di bangku SMP. Ada sebuah pemahaman di dalam dirinya, "Ketika ingin mengenal tuhan, kita harus belajar dari kitabnya". Namun Fandi malah tidak mengenal tuhannya saat itu, malah merasa menjadi jauh. Ia bertanya dalam diri, "Apakah agama saya ini benar?".
"Saya belajar semuanya. Namun saya menemukan kebenaran di dalam Islam. Saya mulai belajar salat sendiri di mushola sekolah, karena di rumah tidak bisa. Orangtua saya tahu, dan saya mendapatkan tekanan dari mereka. Namun saya tidak balik menekan, saya beri pemahaman mereka," ujar Fandi.
Sejak 2010 lalu, satu persatu anggota keluarga Fandi pun mulai memeluk agama Islam. Setelah menjadi mualaf, iapun mendapatkan cemoohan dari orang-orang sekitarnya. Banyak yang meremehkan ilmu keislamannya. Menurutnya yang terpenting adalah proses perjuangannya berada di jalan Allah SWT.
Selain cerita kedua mualaf tersebut, ada Fransisca Oktavia Surya Putri, warga Sukoarjo yang kini bekerja di Yogyakarta. Wanita tersebut mengucapkan dua kalimat sahadat di hadapan ratusan jamaah masjid bersejarah tersebut. Saat ditanya Tribun Jogja, ia merasakan kesenangan yang belum pernah dialaminya.
"Deg-degan banget tadi. Tapi Alhamdulillah seneng. Kedepannya insya allah ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam dan mendalaminya, juga menjalankan semua perintah Allah," jelas Fransisca. (abm).
Sumber :
http://ift.tt/2gavmTR
Fitri menangis sesengukan ketika menceritakan masa lalunya kepada ratusan orang di Masjid Gedhe Kauman.
Kisah perjalanan rohani menemukan Islam sebagai agama yang diyakini hingga saat ini.
TANPA tedeng alin-aling, dahulu fitri mengaku sangat membenci Islam. Waktu itu dia meyakini Islam adalah agama yang keras, dia tahu itu melihat kelakukan orang-orang yang berbuat tak benar mengatas namakan Islam.
Di samping kebenciannya itu, wanita tersebut merasakan ragu dan keresahan yang tak kunjung mendapatkan ketenangan.
Fitria memeluk agama Islam pada 2012, sebelumnya, dia adalah aktifis remaja di agamanya terdahulu. Fitria rajin pergi ke tempat ibadahnya, namun ia tidak mendapatkan ketenangan. Malah keresahanlah yang terus ada di dalam dirinya.
Tahun 2010, ia mulai meninggalkan agamanya. Disitulah yang mulai melakukan pencarian sendiri. Suatu waktu ia membaca arti dari ayat Al-Quran yaitu surat Al-Ikhlas.
"Saya mendapatkan pencerahan dari ayat itu ditambah merasa tenang ketika mendengarkan orang mengaji,",katanya.
"Saya sempat mencari di kitab agama saya terdahulu. Ketika beribadah bukannya tenang. Tepuk tangan di mana-mana. Ketika itu saya mulai ragu terhadap agama saya," ungkap Fitria dalam sebuah majelis bertajuk "Bincang Mualaf", Kamis (30/6/2016) petang di Masjid Gedhe Kauman.
Seiring berjalannya waktu, Fitria terus belajar agama Islam. Akhirnya ia mendapatkan ketenangan itu. Ia pergi bersama salah satu orang terdekatnya ke masjid. Sudah tidak ada keraguan di dalam dirinya, ia ingin masuk Islam. Ketika melihat masjid, kekaguman lah yang ia rasakan.
"Saya disuruh ambil wudhu dulu. Ketika mau masuk masjid, saya menggunakan alas kaki. Lalu saya dikasih tau kalau mau masuk masjid tidak boleh menggunakan alas kaki. Di situ saya mengetahui bahwa masjid adalah tempa yang suci. Ketika masuk masjid, saya seperti orang kampungan, saya lihat seluruh isinya. Saya makin kagum, saya tidak melihat orang disekitar saya, saya sangat kagum," papar Fitria sambil sesegukan.
Hal lain dikatakan oleh Fandi Wiyogo Gunawan, seorang mualaf asal Tulung Agung keturunan Tionghoa. Ia menjadi mualaf sejak 2006 silam. Saat itu Fandi masih duduk di bangku SMP. Ada sebuah pemahaman di dalam dirinya, "Ketika ingin mengenal tuhan, kita harus belajar dari kitabnya". Namun Fandi malah tidak mengenal tuhannya saat itu, malah merasa menjadi jauh. Ia bertanya dalam diri, "Apakah agama saya ini benar?".
"Saya belajar semuanya. Namun saya menemukan kebenaran di dalam Islam. Saya mulai belajar salat sendiri di mushola sekolah, karena di rumah tidak bisa. Orangtua saya tahu, dan saya mendapatkan tekanan dari mereka. Namun saya tidak balik menekan, saya beri pemahaman mereka," ujar Fandi.
Sejak 2010 lalu, satu persatu anggota keluarga Fandi pun mulai memeluk agama Islam. Setelah menjadi mualaf, iapun mendapatkan cemoohan dari orang-orang sekitarnya. Banyak yang meremehkan ilmu keislamannya. Menurutnya yang terpenting adalah proses perjuangannya berada di jalan Allah SWT.
Selain cerita kedua mualaf tersebut, ada Fransisca Oktavia Surya Putri, warga Sukoarjo yang kini bekerja di Yogyakarta. Wanita tersebut mengucapkan dua kalimat sahadat di hadapan ratusan jamaah masjid bersejarah tersebut. Saat ditanya Tribun Jogja, ia merasakan kesenangan yang belum pernah dialaminya.
"Deg-degan banget tadi. Tapi Alhamdulillah seneng. Kedepannya insya allah ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam dan mendalaminya, juga menjalankan semua perintah Allah," jelas Fransisca. (abm).
Sumber :
http://ift.tt/2gavmTR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar