STOCKHOLM, SWEDIA – Setelah sebuah masjid di Eskilstuna, Swedia dibakar pada hari Kamis, upaya pembakaran masjid di Swedia berlanjut, meskipun kepolisian Swedia telah mengumumkan perburuan terhadap pelaku upaya pembakaran masjid.
Dalam sepekan telah terjadi beberapa kali pembakaran masjid di Swedia menyusul naiknya ketegangan yang dipicu gerakan anti-imigran dan anti Islam di negara itu.
“Seseorang melemparkan bom molotov ke bangunan (masjid),” kata Torsten Hemlin, juru bicara kepolisian Uppsala, sembari menambahkan upaya pembakaran itu tak sampai menghanguskan masjid yang berlokasi di kawasan timur Swedia tersebut.
“Mereka (para pelaku) juga menulis beberapa pernyataan rasis,” imbuh Hemlin. Pada saat kejadian, ujar dia, tak ada orang di masjid tersebut.
Organisasi Komunitas Muslim, mengunggah foto coretan di pintu utama masjid yang berbunyi, “Go home Muslim shit“.
Uppsala adalah kota terbesar keempat di Swedia mendapatkan laporan awal soal upaya pembakaran itu pada Kamis pukul 04.30 GMT atau pukul 11.30 WIB.
“Tindakan kriminal ini sudah masuk klasifikasi usaha pembakaran, vandalisme, dan pernyataan kebencian,” ujar pernyataan kepolisian atas kejadian ini.
Serangan pada Kamis ini terjadi hanya tiga hari setelah serangan serupa terjadi di Esloev. Sebelumnya, tepat pada perayaan Natal, lima orang terluka ketika bom molotov dilemparkan ke dalam masjid di Eskilstuna, di timur ibu kota Swedia, Stockholm.
Swedia Terjangkit Islam Phobia
Berdasarkan data Expo, majalah antirasialisme, dalam setahun terakhir ada lebih dari selusin serangan ke masjid yang dilaporkan ke kepolisian Swedia, dengan keyakinan ada jumlah kejadian yang jauh lebih besar yang tidak dilaporkan.
“Orang-orang ketakutan. Mereka takut pada keamanan mereka,” kata Mohammad Kharraki, juru bicara Islamic Association Swedia.
“Kita sudah melewati sejarah, ketika orang-orang menggunakan kekerasan sebagai cara untuk membuat masyarakat terpolarisasi dengan minoritas.”
Beragam serangan ke masjid-masjid ini muncul seiring perdebatan intensif di Swedia terkait masalah imigrasi dan integrasi para pencari suaka di masyarakat Nordic yang secara tradisional dikenal toleran.
Swedia akan menerima permintaan suaka lebih dari 100.000 orang pada tahun ini, rekor baru penerimaan suaka. Bulan lalu, Partai Demokrat Swedia yang beraliran kanan, mengungguli partai penguasa saat ini yang beraliran lebih liberal soal pengungsi.
Namun pada jajak pendapat pada 27 Desember 2014, partai penguasa yang berkoalisi dengan partai oposisi bisa mengakhiri dominasi pengaruh Demokrat, termasuk soal isu imigrasi.
Kharraki mengatakan upaya pembakaran masjid ini bisa jadi dilakukan oleh orang-orang Demokrat yang marah karena telah terpinggirkan.
“Mereka (Demokrat) berpikir Muslim adalah masalah ketika partai utama di politik sudah mengambil posisi melawan rasialisme dan Islamophobia,” duga Kharraki.
Namun, juru bicara Demokrat menyatakan tak ada alasan untuk menjadikan motif politik sebagai alasan penyerangan terhadap masjid itu.
“Ini bukan politis. Ini kriminal. Masalah kriminal ini adalah urusan polisi, bukan masalah politik,” kata Henrik Vinge, juru bicara itu. “Kekerasan ini adalah hal yang sangat serius. Tentu saja tidak bisa diterima,” tegas dia.
Komunitas Muslim, Jumat, telah mengajak para politisi untuk bergabung mengambil sikap melawan kekerasan berlatar belakang rasialisme.
Demikianlah jika umat Islam hidup di negara kafir, apalagi minoritas. Maka mereka akan di dzolimi dan diperlakukan diskriminatif. Tidak ada keadilan. Berbeda jika di Daulah Khilafah, maka orang kafir yang bersedia tunduk akan dilindungi dan diberikan hak-hak kehidupan yang sama. Itulah bedanya dan betapa indahnya hidup di bawah naungan syariat Islam. Allahu Akbar!(dm).
Sumber :
http://ift.tt/2cIaOPc
Dalam sepekan telah terjadi beberapa kali pembakaran masjid di Swedia menyusul naiknya ketegangan yang dipicu gerakan anti-imigran dan anti Islam di negara itu.
“Seseorang melemparkan bom molotov ke bangunan (masjid),” kata Torsten Hemlin, juru bicara kepolisian Uppsala, sembari menambahkan upaya pembakaran itu tak sampai menghanguskan masjid yang berlokasi di kawasan timur Swedia tersebut.
“Mereka (para pelaku) juga menulis beberapa pernyataan rasis,” imbuh Hemlin. Pada saat kejadian, ujar dia, tak ada orang di masjid tersebut.
Organisasi Komunitas Muslim, mengunggah foto coretan di pintu utama masjid yang berbunyi, “Go home Muslim shit“.
Uppsala adalah kota terbesar keempat di Swedia mendapatkan laporan awal soal upaya pembakaran itu pada Kamis pukul 04.30 GMT atau pukul 11.30 WIB.
“Tindakan kriminal ini sudah masuk klasifikasi usaha pembakaran, vandalisme, dan pernyataan kebencian,” ujar pernyataan kepolisian atas kejadian ini.
Serangan pada Kamis ini terjadi hanya tiga hari setelah serangan serupa terjadi di Esloev. Sebelumnya, tepat pada perayaan Natal, lima orang terluka ketika bom molotov dilemparkan ke dalam masjid di Eskilstuna, di timur ibu kota Swedia, Stockholm.
Swedia Terjangkit Islam Phobia
Berdasarkan data Expo, majalah antirasialisme, dalam setahun terakhir ada lebih dari selusin serangan ke masjid yang dilaporkan ke kepolisian Swedia, dengan keyakinan ada jumlah kejadian yang jauh lebih besar yang tidak dilaporkan.
“Orang-orang ketakutan. Mereka takut pada keamanan mereka,” kata Mohammad Kharraki, juru bicara Islamic Association Swedia.
“Kita sudah melewati sejarah, ketika orang-orang menggunakan kekerasan sebagai cara untuk membuat masyarakat terpolarisasi dengan minoritas.”
Beragam serangan ke masjid-masjid ini muncul seiring perdebatan intensif di Swedia terkait masalah imigrasi dan integrasi para pencari suaka di masyarakat Nordic yang secara tradisional dikenal toleran.
Swedia akan menerima permintaan suaka lebih dari 100.000 orang pada tahun ini, rekor baru penerimaan suaka. Bulan lalu, Partai Demokrat Swedia yang beraliran kanan, mengungguli partai penguasa saat ini yang beraliran lebih liberal soal pengungsi.
Namun pada jajak pendapat pada 27 Desember 2014, partai penguasa yang berkoalisi dengan partai oposisi bisa mengakhiri dominasi pengaruh Demokrat, termasuk soal isu imigrasi.
Kharraki mengatakan upaya pembakaran masjid ini bisa jadi dilakukan oleh orang-orang Demokrat yang marah karena telah terpinggirkan.
“Mereka (Demokrat) berpikir Muslim adalah masalah ketika partai utama di politik sudah mengambil posisi melawan rasialisme dan Islamophobia,” duga Kharraki.
Namun, juru bicara Demokrat menyatakan tak ada alasan untuk menjadikan motif politik sebagai alasan penyerangan terhadap masjid itu.
“Ini bukan politis. Ini kriminal. Masalah kriminal ini adalah urusan polisi, bukan masalah politik,” kata Henrik Vinge, juru bicara itu. “Kekerasan ini adalah hal yang sangat serius. Tentu saja tidak bisa diterima,” tegas dia.
Komunitas Muslim, Jumat, telah mengajak para politisi untuk bergabung mengambil sikap melawan kekerasan berlatar belakang rasialisme.
Demikianlah jika umat Islam hidup di negara kafir, apalagi minoritas. Maka mereka akan di dzolimi dan diperlakukan diskriminatif. Tidak ada keadilan. Berbeda jika di Daulah Khilafah, maka orang kafir yang bersedia tunduk akan dilindungi dan diberikan hak-hak kehidupan yang sama. Itulah bedanya dan betapa indahnya hidup di bawah naungan syariat Islam. Allahu Akbar!(dm).
http://ift.tt/2cIaOPc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar